Assalammualaikum.Wr.Wb
Hai sahabat Milda semua, di masa pendemi ini semoga selalu sehat dan tetap waspada serta tertib menjalankan protokol kesehatan dengan baik.
Kali ini, saya ingin berbagi cerita mengenai pengalaman kami membuat sertifikat rumah sendiri. Barangkali ada teman-teman yang butuh informasi mengenai bagaimana pengurusan untuk membuat sertifikat rumah sendiri.
Ingin Rumah Impian
Nah,bagi teman-teman yang belum memiliki rumah atau ingin berinvestasi dan butuh informasi mengenai rumah idaman. Bisa melihat penawaran berbagai tipe rumah di The Billabong Soeta. Kamu bisa memilih berbagai jenis rumah sesuai dengan dana yang kamu punya.
The Billabong Soeta persembahan Adco Property Group cocok untuk kamu yang sedang mencari hunian mewah di Kota Bandung. Kenapa?, perumahan yang satu ini berada di kawasan perumahan elit yang dikembangkan dengan sistem cluster di mana penghuni akan mudah menjalin interaksi dengan penghuni lain.
Untuk investasi, tentu saja merupakan pilihan yang tepat sebab, harga rumah akan selalu naik di tahun mendatang.
Awalnya Kami Punya Rumah
Tahun 2010, melalui BTN, kami mencicil rumah tipe 36 di sebuah perumahan, selama lima belas tahun. Kami sengaja memilih rumah paling pinggir sehingga ada ruang hijau atau halamannya. Rumah tersebut awalnya belum kami tempati secara rutin. Bahkan sempat kami kontrakkan. Kami memilih untuk tinggal bersama orang tua dulu. Namun, awal tahun 2017 rumah tersebut berhasil kami lunasi.
Usai melakukan pelunasan. Dari developer kami diarahkan ke notaris yang mengurusi keperluan surat-menyurat rumah tersebut. Termasuk pembuatan surat hak guna bangunan untuk kemudian digunakan merubah statusnya menjadi sertifikat hak milik.
Di notaris banyak dokumen yang harus kami lengkapi, salah satunya yang kami belum punya adalah surat PBB. Jadi kami harus segera mengurus surat PBB ini di kantor kelurahan sesuai dengan lokasi rumah kami. Seru juga pengalaman buat sertfifikat rumah sendiri ini
Mengurus Surat PBB Rumah Baru
Saya pun mengurus PBB rumah baru di kantor kelurahan, saat itu ada beberapa berkas yang harus saya persiapkan. Di antaranya adalah KTP pemilik rumah, surat keterangan tidak ada sengketa tanah atau rumah, beberapa foto rumah yang terlihat dari berbagai sudut, dari muka, belakang, samping kiri-kanan, ukuran tanah dan bangunan, fotokopi surat bukti pembayaran PBB tetangga terdekat.
Setelah syarat lengkap, kantor lurah menerbitkan surat pengantar untuk pembuatan surat PBB rumah baru. Kemudian berkas tersebut saya bawa ke kantor Dinas Pendapatan Daerah. Agar diterbitkan surat PBB rumah baru.
Di Dinas Pendapatan Daerah, berkas yang diminta surat keterangan dari kantor lurah, KTP dan bukti pelunasan dari bank. Nah, waktu ke sana, saya lupa membawa berkas lunas dari bank. Untuk surat keterangan lunas atau bukti lunas dari bank ini. Jadi pada saat datang paginya, saya belum membawa surat keterangan lunas dari bank. Jadi saya pulang dulu mengambil berkasnya.
Siangnya saya datang kembali ke kantor Dinas Pendapatan Daerah untuk melengkapi berkas. Proses pengurusan penerbitan surat PBB baru ini tidak lama asal semua syarantnya lengkap. Karena saya sudah memasukkan berkas sejak pagi. Siang saya mengantarkan berkas yang kurang. Tidak menunggu lama prosesnya selesai.
Satu Pekan Menunggu Surat PBB Rumah Baru
Namun, saat itu saya tidak bisa membawa langsung surat PBB rumah baru tersebut, tetapi saya harus menunggu kembali selama kurang lebih paling lama satu pekan kemudian.
Saat itu saya tidak membayar atau dikenakan biaya sama sekali dalam pengurusannya. Untuk besaran nominal pajak yang harus dibayar. Akan diketahui ketika surat PBB keluar. Nanti akan keluar nominal pajaknya yang harus dibayar.
Jadi proses pengurusan untuk surat rumah di notaris belum bisa dilanjutkan. Menunggu surat PBB diterbitkan dulu di Bapenda dan pajaknya dibayarkan.
Hari berlalu, setelah sepekan saya kembali lai ke kantor Bapenda untuk mengambil surat PBB rumah baru. Untuk mengambil surat tersebut, kita diharuskan untuk membayar PBB sesuai dengan nominal yang ada di surat tersebut.
Kembali Lagi Ke Notaris
Setelah semua syarat untuk pengurusan surat hak guna bagunan selesai, saya kembali mengantarkan berkasnya ke kantor notaris.
Proses pengurusannya juga butuh waktu lumayan lama, kata petugasnya bisa satu bulan atau lebih. Nanti ia akan menghubungi ke nomer yang saya berikan kepadanya. Jadi saya diminta untuk menunggu kembali.
Oh, ya dalam proses pengurusan di notaris ini, tidak ada biaya lagi yang saya keluarkan. Sesuai dengan perjanjian awal aqad kredit rumah. Bahwa pengurusan surat-menyuratnya tidak dikenakan biaya kembali.
Saya juga meminta nomer kontak petugasnya agar bisa dihubungi. Agar saya bisa kirim sms, saya bisa bertanya apakah surat sudah selesai. Lalu saya akan datang ke kantor notarisnya. Hemat waktu, tenaga dan biaya juga. Daripada datang langsung, bolak-balik.
Surat di Notaris Selesai
Entah berapa lama akhirnya ada pemberitahuan bahwa surat sudah selesai di notaris. Saya diminta untuk segera datang ke sana dengan membawa fotokopi KTP sesuai dengan nama yang tertulis di surat rumah.
Ketika akan mengambil surat di notaris. Saya diberitahu oleh petugasnya bahwa surat yang dikeluarkan notaris ini berupa Surat Hak Guna Bagunan. Jadi saya diminta untuk segera mengurusi surat hak milik (SHM) di kantor BPN. Untuk peningkatan status kepemilikan rumah tersebut.
Mengurus Sertifikat Rumah Sendiri
Ternyata waktu pengurusan untuk merubah status rumah dari hak guna bangunan menjadi hak milik ada batasan waktunya. Petugas notaris menyarankan agar saya segera mengurusnya sebab jika ditunda kuatir lupa dan lalai. Tau-tau waktunya sudah mau habis. Benar juga saran petugas notarisnya.
Saya disarankan ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Oleh petugas BPN saya diminta untuk menyiapkan berkas kembali.
Syarat Memiliki SHM
• Sertifikat HGB asli.
• Identitas diri berupa KTP dan Kartu Keluarga.
• Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
• Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun berjalan.
• Surat pernyataan informasi pemilik lahan.
Nah, untuk sertifkat HGB saya sudah punya, jadi lanjut melengkapi syarat yang lainnya. Terutama membeli formulir yang sudah tersedia di kantor Badan Pertanahan Nasional.
Setelah semua syarat dilengkapi, saya diminta untuk menunggu kembali prosesnya, dan ini butuh waktu sekitar satu bulan bahkan lebih.
Oh, ya dalam pengurusan surat ini akan dikenakan biaya yang nantinya. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB harus dibayar lunas sebelum sertifikat tanah diterbitkan. Rumus menghitung BPHTB adalah (NPOP-NPOPTKP)x5%.
Besaran nominal BPHTB ini akan kita ketahui setelah seterfikat selesai, jumlahnya tentu saja berbeda-beda untuk masing-masing sertifikat. BPHTB ini termasuk bea bukan pajak
Berikut persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi:
1. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.
Setelah semua berkas lengkap, melakukan pembayaran. Maka terbitlah sertifikat hak milik rumah kami. Memang mengurus sertifikat rumah sendiri cukup menguras waktu dan tenaga. Tetapi banyak juga pengalaman baru yang saya dapatkan saat membuat sertifikat rumah ini. Termasuk jaringan pertemanan. Alhamdulillah, semuanya bisa diurus dengan baik tanpa kendala.
Demikianlah pengalaman saya dalam mengurus pembuatan sertifikat rumah. Semoga bermanfaat dan urusan pembuat sertifikat rumah kalian berjalan lancar juga.