Seperti
biasanya pagi hari saya selalu menyempatkan untuk mampir ke rumah Emak sebelum
berangkat ke toko yang jaraknya hanya sekitar satu kilo dari rumah Emak.
Apalagi saat ini kondisi Emak agak sakit, sudah dua hari minum obat.
Saya membawa gulai dan makanan untuk
Emak, supaya Emak bisa langsung makan. Kalo saya agak siang datang ke rumah
Emak. Biasanya gulai atau makanan saya titipkan dengan Babanya supaya
dimampirkan dulu ke rumah Emak, sebelum berangkat ke kantor.
Emak tertidur di kursi ruang tamu, napasnya
yang sempit semakin terlihat. Setelah minum obat. Emak kembali tiduran di kursi
panjang. Tak berapa lama Kakak yang di Serang menelpon, hendak bicara dengan
Emak.
“Napa Mak, cuma sebentar ngomongnya?”
“Napasnya sesak Dang, dak kuat ngobrol
lama-lama”
Lalu obrolan berpindah antara aku dan
Dang, selama kami ngobrol via telpon tersebut. Kulihat napas Emak semakin
pendek dan perutnya bergerak-gerak kencang. Turun naik. Sesekali terdengar
suara Emak membaca istiqfar dan mendesah. Agaknya Emak mulai kepayahan.
Lalu melihat kondisi tersebut saya
tawarkan kepada Emak, agar mau dirawat di rumah sakit saja. Tetapi nanti
menunggu Kakak laki-laki supaya bisa diantar ke rumah sakit. Kalo saya yang ke
rumah sakit, tambah repot dengan membawa dua anak-anak yang masih kecil.
“Terserahlah, kalo Mak mau dibawak ke
rumah sakit” jawab Mak pendek.
" Bagaimana dengan biayanya" tanya Mak
"Soal itu tak usaha dipikirkan, biarlah anak-anak yang mengurusnya, yang penting Mak sehat" jawabku.
Akhirnya dengan Kakak lelaki dan perempuanku, mereka mengantar Emak ke rumah sakit. Rencana mau dibawak ke rumah sakit Tiara Sela . tapi tak berapa lama Kakak menelpon, memberi kabar bahwa kamar di sana semuanya penuh.
"Soal itu tak usaha dipikirkan, biarlah anak-anak yang mengurusnya, yang penting Mak sehat" jawabku.
Akhirnya dengan Kakak lelaki dan perempuanku, mereka mengantar Emak ke rumah sakit. Rencana mau dibawak ke rumah sakit Tiara Sela . tapi tak berapa lama Kakak menelpon, memberi kabar bahwa kamar di sana semuanya penuh.
“Emak, sedang di IGD sudah diberikan
bantuan oksigen” jelas Kakak lelakku.
Lalu aku menelpon salah satu teman
yang bekerja di rumah sakit Bhayangkara, tak berapa lama dia menelpon balik
memberi kabar bahwa sudah ada kamar yang bisa ditempati Emak.
Akhirnya Emak di rawat di rumah sakit
Bhayangkara atau sering di sebut Dokes Bengkulu. Menggunakan kartu BPJS. Setelah dilakukan pemeriksaan
rekam jantung dan observasi dapat disimpulkan kembali bahwa Emak mengidap
penyakit jantung. Emak dipasang infus, oksigem dan selang kateter.
Kami semua tak kaget lagi karena
memang itu penyakit Mak. Setidaknya sudah tiga kali Emak masuk rumah sakit
dengan diagnosa penyakit jantung.
Yang membuat kami shock itu pencetus penyakitnya tak lain dan tak bukan perihal
kegemaran Mak minum kopi. Dalam satu hari Mak bisa sampai empat kali minum
kopi. Terkadang habis tapi tak jarang tak habis.
Padahal sejak masuk rumah sakit yang
pertama sudah diberitahu oleh dokter agar Mak mengurangi jika belum bisa
meninggalkan kebiasaan minum kopi tersebut. Memang Mak sudah kecanduan kopi.
“Gimana mau berhenti, sejak umur tiga
tahun Mak sudah minum kopi. Dulu juga pedagang kopi. Susah dihilangkan” Bela
Mak, jika diingatkan untuk mengurangi minum kopi tersebut.
Paling cuma seminggu Mak bisa bertahan
untuk tidak minum kopi. Jika tidak ada kopi di rumah. Mak bisa membelinya di
warung. Dari dulu Mak terbiasa minum kopi hitam. Mak biasa membeli bubuk kopi
yang terkenal di Bengkulu dengan kemasan yang berwarna merah bertuliskan ‘Kopi
1001’. Kopi ini tersedia dalam berbagai bentuk kemasan, jadi Mak bisa
membelinya sedikit saja jika tak punya uang. Intinya asal ngopi.
Emak memang susah dijauhkan dari
kebiasaannya untuk minum kopi. Dikurangi pun tetap tak bisa. Saya kerap kali terpaksa
ikut minum kopi saat ke rumah Mak supaya kopi tersebut gak banyak Mak minum.
Istilahnya satu gelas berdua. Tetapi memang dalam sehari Mak bisa membuat lebih
dari dua kali kopi. Pagi hari itu sudah pasti, siang, sore dan malam. Tetapi
kadang malam hari jarang Mak membuat kopi. Sekali bikin satu gelas. Takaran 250
ml.
Mak juga kurang makan dan minum, kalo
ngopi kadang lupa untuk makan. Saya kadang suka mengingatkan Mak untuk makan.
Pantangan dari dokter memang belum
bisa dilakukan oleh Mak. Selain tak boleh minum kopi, Mak juga untuk tidak
boleh kelelahan, Mak tidak boleh banyak berbicara apalagi jika berbicara keras
dan berteriak-teriak. Hal ini juga sangat susah untuk Mak hilangkan karena Mak
orangnya ramah, di setiap kesempatan ada orang lewat di depan rumah pun akan
ditegurnya, anak kecil yang bermain akan diteriakinya jika nakal. Misalnya
manjat pagar, bermain di tengah jalan.
Padahal Mak diminta tak banyak bicara
apalagi keras karena Mak bernapas menggunakan perut. Hal ini dapat membuat Mak
sesak Napas.
Dokter menyatakan jika Mak masih tidak
mau mematuhi pantangan-pantangan tersebut. Kemungkinan besar jika serangan
datang maka akan terjadi pembengkakan dan penggumpalan darah di kepala dan
dapat menyebabkan stroke.
Semua hal tersebut sudah dokter
sampaikan kepada Mak secara langsung. Saya pun sering mengulang-ulang pesan
dokter tersebut. Saya katakan dengan Mak supaya mau menjaga pantangan supaya
tetap sehat.
“Supaya Mak, nanti bisa melihat
anak-anakku tumbuh besar. Bisa melihat cucu menikah, menimbang cicit. Jadi
kurangilah untuk minum kopi”
Diberitahu begitu Mak cuma diam, tanpa
kata . Entah apa yang dipikirkannya. Saya sendiri sebenarnya mau marah juga dan
kesal, tetapi mau bagaimana lagi. Saya tak bisa mengontrol Mak setiap saat
karena kami anak-anak Mak sudah berkeluarga dan punya rumah masing-masing. Ada
kakak lelakiku yang belum menikah satu orang lagi tetapi dia juga kerja
begitulah. Mak memang sepertinya kurang motivasi untuk berhenti.
Meski begitu saya tetap berdoa, semoga
Mak, mau mengalah dan mengurangi kegemarannya minum kopi ya. Semoga Mak segera
sembuh dan tetap semangat. Saya dan anak Mak yang lain juga sabar dan ikhlas
untuk merawatnya. Meski saat ini saya menyimpan kotak kopi di dapur. Tetapi
jika Mak tak mau berhenti. Bubuk kopi tersebut pasti bisa Mak beli lagi. Alasan
Mak, pasti kepala pusing , badan sakit kalo gak ngopi.
Terkadang susu tak habis atau
dibuang-buang saja karena Mak lebih memilih kopi. Kopi lebih menarik hatinya,
kadang dicampurnya susu .
Makku sayang , ayolah kita coba untuk tidak
minum kopi lagi, agar hidup lebih sehat dan kuat. Semoga Mak panjang umur.
Aamiin.
2 comment
Semoga Maknya segera sembuh, Mbk. :) Dan bisa mengurangi kopi.
BalasHapusaamiin, iya Mb. terima kasih
BalasHapusTerima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin