Menjadi
seorang ibu dan istri zaman sekarang ini kudu
bin mesti bisa mengendarai kendaraan. Ya,
paling banter naik motor lah! Keutungannya banyak kalo kita bisa pake kendaraan. Misalnya saja ke pasar, ngantar anak sekolah, pergi kerja dan banyak hal lainnya. Repot dan
lama kalo tidak bisa pake kendaraan. Dengan kendaraan kita
akan semakin lincah dan gesit melangkah.
Jika
tidak maka saban hari mesti
tergantung dengan suami. Ya, ngaterin
kemana-mana. Kadang kasian juga ngeliat
suami. Mana jarak antara rumah, sekolahku dan Anak sangat berjauhan. Berlainan
arah . Kalau diukur sehari suami bisa menghabiskan sekitar 60 Km hanya untuk
urusan antar jemput kami. Paling cepat satu jam bolak-balik. Lumayan kan.
Tiap hari mesti ngiter nganterin aku,
Nawra ke sekolah baru berangkat ke kampus untuk kerja. Sering juga dia
terlambat ngantor dan ditegur bos-nya. Ini sering jadi sebab pertengkaran kecil antara
aku dan suami. Karena terkadang banyak hal yang tidak terduga juga terjadi di
jalan. Contohnya, ban bocor.
Menjelang
malam aku juga yang repot karena suami acap kali minta pijat karena kecapekkan. Dalam sebulan pasti ada dia
sakit. Aku sangat prihatin dengan kondisi ini . Pusing juga memikirkannya. Pengen rasanya membantu. Tapi gimana caranya ya. Belum ketemu solusi
yang tepat.
Seperti
hari ini suami sakit, gak bisa ngantar jemput kami. Kuputuskan untuk
naik angkot dan ojek saja. Perjalanan yang kami tempuh jadi semakin lama dan ribet. Karena tahu sendiri kan jalur angkot yang mutar-mutar. Belum
lagi kalo pake acara ngetem, udah deh tambah lama. Yang agak cepat sih, naik ojek. Tapi malang nian, ojek langgananku tak bisa ngobjek denganku karena sakit. Aduh, kacau dua belas nih. Membayangkan kericuhan hari ini membuat
kepalaku jadi semeriwing. Sungguh
berharganya sehat itu.
Akhirnya
terpaksa suami yang lagi sakit mengantar kami dengan catatan pulang nanti tidak
dijemput. Padahal aku tidak tega melihat
suami melakukan hal ini tapi mau gimana
lagi. Ini suatu kondisi yang sulit, seharusnya dia beristirahat lah ini? Aku merasa sangat bersalah. Situasi
seperti ini kerap sekali terjadi dan menjadi pilihan sulit. Suamiku begitu
perhatian dan menyayangi kami sehingga dia tidak ingin melihat kami kesusahan
apalagi menderita. Biarlah dia yang banyak berkorban meski dalam kepayahan. Dan
sikap suami ini membuat aku semakin teriris dan merasa kian bersalah kepadanya.
Sampai
pada suatu sore aku meminta ijin kepada suami agar diajarin pake motor. Suami cuma diam. Hari berikutnya aku meminta
lagi, suami masih diam . Pada permintaan ketiga baru suami memberikan
alasannya. Kata suami dia kuatir terjadi apa-apa denganku kalau pake motor, karena
aku gak bisa pakai sepeda. Lah, itu diajarin dulu dong, biar
bisa, pintaku waktu itu.
Kata
teman-teman belajarnya juga nanti agak susah.Masa iya sih, gak bisa pakai sepeda artinya juga gak bisa pakai motor.Aku kian penasaran.Waduh, jadi kurang semangat
buat belajar nih karena sudah
terbanyang gimana sakitnya.Apalagi
ada teman yang juga terkesan menakuti. Padahal belum tentu betul.
Sepupuku
datang ke rumah kami. Aku kaget melihat dia muncul dengan men gendarai motor.
Padahal dia gak bisa pake sepeda, kok bisa. Obrolan dengan sepupuku itu
kemudian menjadi semangat baru bagiku untuk terus belajar pake motor. Pikirku, kalo dia bisa, mengapa aku tidak bisa.
Suatu
saat dalam perjalanan pulang di jalan raya. Terlihat seorang Ibu yang sedang
mengendarai motor, di belakangnya penuh dengan keranjang yang berisikan sayur. Lalu
aku melihat seorang Ibu yang mengendarai motor dengan membawa tiga orang
anaknya, satu orang duduk di depan. Dua orang lagi duduk di belakang. Postur
Ibu itu kecil tapi lincah. Hmmmm,
malu rasanya aku yang punya badan segede ini
gak bisa. Belum lagi seketika nonggol ibu paruh baya yang lihai memakai motor. Ada lagi anak bau kencur udah mondar-mandir pakai motor. Waktu melihat teman sekolahku yang wara-wiri mejeng dengan motornya ke mana-mana dengan motornya membuat aku sedikit
iri. Semua itu menambah motivasiku untuk belajar. Aku jadi semangat. Aku
kembali merayu suami lagi. Ya, pakai acara ngambek
juga. Akhirnya dia luluh juga dan bersedia mengajariku.
Mau tahu kemana kami belajar motor? Awalnya
aku sempat bingung. Kok, aku diajak
ke Masjid.
“Bi,
ini mau belajar motor atau mau sholat?”suami cuma senyum saja. Kata suami belajar
pake motor di lapangan Masjid ini lebih aman. Kalau jatuh gak terlalu sakit karena ada rumputnya dan sepi jadi gak membahayakan orang lain.
Oh, itu maksudnya. Jadilah hari
pertama aku belajar mengenal seluk beluk motor. Dari bagaimana cara memasukan
kunci motor, menstarter, menghidupkan
lampu sen, menginjak rem. Pokoknya semua hal awal tentang motor. Hari pertama aku rasakan belum ada
tantangan. Tetap semangat!
Dilanjutkan dengan hari kedua. Ini mulai deg- degan. Setelah motor
dihidupkan dan memasukan gigi. Oh, iya,
giginya langsung dua karena kata suami biar motornya gak melompat. Awalnya motor gak
mau jalan. Suami tertawa. Oh, alah
gasnya gak dipencet. Ter-gas kencang,
aku kaget setengah mati. Suami
berteriak.
”Pelan-pelan
saja! Pake perasaan!”
Aku
coba lagi. Motor ngadat jalannya
seperti lagi habis bensin. Jalan sedikit lalu mati, jalan lagi lalu mati lagi.
Suami kembali berteriak.
”Gasnya
ditahan, turun naikkan juga pelan-pelan. “
Aku
coba lagi. Setelah mencoba hampir sepuluh kali lebih. Aku berhasil memegang dan
menahan gas dengan teratur. Pada pelajaran hari ke dua ini, kedua kakiku belum
naik di atas motor. Kalau terasa mau oleng
ke dua kaki tersebut segera aku pijakakan ke tanah dan tanganku seketika mencengkram
rem tangan. Latihan hari ini selesai
dengan keberhasilanku membawa motor dengan ke dua kaki menjuntai. Gak usah
dibayangin ya, malu tau! Lumayan
latihan keseimbangan.
Hari
selanjutnya , aku mulai belajar meletakan kaki pada tempatnya.Seru juga bagian
ini karena aku makin penasaran. Hebatnya lagi suami, sejak hari pertama hanya
mengajari tehniknya sebentar lalu aku disuruh praktik langsung seorang diri.
Dia duduk manis di pinggir Masjid
sembari baca koran dan icip snack. Cara belajar yang unik, namun aku
menikmati. Pada hitungan ke tiga belas mondar-mandir, aku berhasil mencoba
untuk menaikan kakiku yang satu lagi ke atas rem. Walau masih oleng dan kakinya aku turunkan kembali.
Namun aku kian penasaran, pengen
mencoba dan segera bisa. Suami meminta aku untuk belajar belok dengan
mengelilingi pohon-pohon yang ada di halaman Masjid. Setelah satu pekan belajar
motor di halaman Masjid suami mengajak
aku ke jalan raya. Eeit, tunggu dulu
jalan yang masih sepi maksudnya, he he he.
Aku coba membonceng
suami.
Suatu
pagi di hari Minggu yang heboh, pas di jalan ada Ibu membawa anaknya untuk jogging. Jadi kuatir anaknya menyenggol
motorku. Dari tengah jalan aku berteriak.
“Awas Bu, anaknya!” kontan saja si-ibu
langsung menarik anaknya. Ibu dan
anaknya kaget. Padahal jarak aku
dengan mereka masih sepuluh meter lagi. Biar saja daripada nanti kejadian. Aku
tak sempat memikirkan apa yang
menjadi pikiran Ibu dan anaknya tadi tentang sikapku. Masa bodo ah! Yang penting selamat. Masih sempat aku berteriak kepada
mereka meminta ma’af setelah berlalu hampir 20 meter.
Waktu aku mendaki jalan yang menanjak seperti tebing.
Aku sempat tak bisa menaiki jalan
tersebut. Perasaanku ban motor ini akan mundur ke belakang. Sampai akhirnya aku
berteriak memanggil seorang bapak yang sedang duduk di teras rumahnya minta
tolong. Dia datang sambil berlari, kaget.
“Ya
Bu, kenapa?”
Aku
menahan stang motor dengan ke dua
kaki yang mendarat mendadak di jalan .
“Motornya
seperti mau mundur Pak!”
Dia
tertawa. “ Ya, ditekan rem tangan dan kakinya Bu!” Aku juga tertawa lepas. Duh,
malunya. Kok gak kepikiran ya!
Alhamdulillah selama aku belajar
pake motor ini tidak terjadi hal buruk. Bagaimana tidak, jika terlihat bakal
timbul masalah di jalan aku memilih untuk berhenti dulu baru melanjutkan
perjalanan. Banyak hati-hatinya. Namanya juga baru!Itu hanya segelintir cerita
seru dalam rangkaian latihan aku belajar pakai motor loh, masih banyak lagi.Malu kalau diceritakan semuanya.
Untuk
keamanan aku mengusulkan kepada suami
untuk dibuatkan Sim . Meski aku baru amatiran pake motornya untuk kelengkapan surat menyurat harus tetap ada. Iya sih, aku belum pernah pake motor di jalan yang rame apalagi sendirian. Paling keliling
komplek atau ke pasar pagi. Atau kemana aja asalkan masih sepi. Itupun tidak
sering kulakukan. Ya, secara teori pake motornya
udah bisa, tinggal meningkatkan jam terbang aja.
Biar mahir.
Aku
berhasil buat SIM, untung gak pake
tes. Jadi agak mudah prosesnya. Ini agar aku bisa lebih leluasa untuk kemana-mana
karena tidak takut ditilang. Belajarlah untuk jadi warga negara yang tertib di
jalan dan patuh dengan aturan yang berlaku. Ada teman yang bilang, ngapain
buang duit. Belum tentu bisa dan dipakai
motornya. Hmmm, untuk sekarang iya tapi lihatlah aku beberapa saat lagi. Akan kutaklukan jalanan ini, cie cie! Umur SIM kan juga lima tahun, gak rugi kok kalau dibuat sekarang.
Seketika,
suami dinas dua minggu di luar kota. Otomatis semuanya akan aku handdle sendirian.Wedew, kebayang sudah di depan mata gimana sibuk dan repotnya. Siapa yang akan mengantar anak .
Bagaimana aku pergi kerja. Repotnya ke luar masukan motor. Kalau motornya ngadat.Jika
ada keperluan mendadak, siapa yang akan mengantar. Belum lagi tetek bengek yang lainnya. Kalau naik angkot
kebayang pusing dan muter-muternya,
udah bikin muntah.Waktu yang tersita cukup lama. Aku tak sempat memikirkan
semuanya. Kepalaku sudah berdenyut. Pusing. Saudara, keponakan tentu saja satu
dua hari bisa mereka membantu. Selebihnya mereka juga punya kesibukan. Tidak
mungkin standby menemaniku.
Walau
sudah bisa pake motor tapi ini
perjalanan yang panjang, melewati banyak lampu merah. Aku belum berani, belum
saatnya. Jadilah hari pertama kami lalui dengan seorang ojek perempuan. Dia
heran juga ngapain ada motor gak dipakai. Iya juga ya! Lalu kami nginap di rumah Ibu. Jaraknya 15 Km dari
rumah kami.
Pagi
itu jam setengah tujuh aku mencoba membawa motor pulang. Jalan mulai ramai, ada
yang sekolah, kerja, tukang sayur dan makanan mulai bersilewewran. Aku keder.
Tiba-tiba lewat Truck besar.
Jantungku berdetak, mau copot. Aku
menenangkan diri. Aku memilih, merayap pelan. Aku merasakan ketegangan yang
luar biasa. Aku coba mengendalikan diri.
Mataku
menatap ke depan nyaris tidak berkedip. Fokus.
Tanganku mulai keram, ini perjalanan terjauhku untuk pertama kali. Tanganku terasa kaku sekali maklum dari tadi
mencengkram stang motor. Aku tidak
sempat menoleh ke kiri dan ke kanan. Bahkan ketika tiba-tiba pipiku tersa
gatalpun aku tak bisa mengaruknya. Aku biarkan saja, susah betul menahan rasa
gatal dalam kondisi begini. Aku takut stang
lepas. Pernah aku coba , me-refresh
tangan tapi stang-nya belari aku
nyaris terjatuh.Idih, mengerikan.
Aku
capek
sekali. Pinggangku sakit. Tapi mau bagaimana lagi masa aku putar balik. Belum
setengah perjalanan. Orang-orang ramai sekali meng-klaksonku, maklum jalanku yang pelan sangat menganggu orang lain
untuk lewat dan mendahului.Gak lebih
dari 20km.Yang penting sampai. Itu prinsipku. Toh ,aku belajar pakai motor bukan karena ingin jadi pembalap,iya kan. Kalau di jalan aku berpapasan
mobil besar sengaja aku perlambat motorku, aku tak pernah menyalip apalagi
mendahui.
Hampir
lima belas menit perjalanan ini aku habiskan. Sampailah aku di rumah dalam
keadaan selamat. Aku girang sekali. Tak terbayang senangnya hatiku saat itu.
Tapi ini belum seberapa , aku mesti balik lagi ke rumah Ibu. Kalau ini
berhasil. Ini baru hebat.Pujiku sendiri. Setelah minum dan istirahat sebentar
kemudian aku putar balik arah lagi. Aku semakin bersemangat sehingga rasa sakit
dan penat tak mampu menahanku.
Aku
melaju kembali. Tapi mendadak motorku mati setelah hampir setengah perjalanan.
Aku kelimpungan. Aku mendorong motor
ke pom bensin, aku ngantri dan siap mendorong motor untuk diisi. Hei, bagaimana ini. Dua motor lagi tiba giliranku. Aku celingak-celinguk mencari tahu. Dalam
aku kebingungan, tiba giliranku. Malu sekali waktu itu. Tahu tidak yang membuka tempat pengisian
bensin di motorku itu langsung petugas pom bensinnya. Otomatis, proses antri
motor di belakangku menjadi sedikit lama. Aku meminta ma’af kepada mereka. Mereka
tersenyum geli. Bagi mereka ini hal
mudah. Tidak bagiku. Hari ini aku dapat pelajaran baru bagaimana mengisi
bensin.
Ada
hikmahnya juga aku ditinggalin suami,
hampir 10 hari. Saat itu kumanfaatkan untuk belajar memperlancar pake motor. Dan usahaku itu mulai
menampakkan hasilnya. Ketika suami pulang, dia heran melihat perubahanku. Aku
sudah bisa mengendarai motor dengan baik. Sudah berani berjalan di jalan raya. “Ini
baru ibu rumah tangga yang hebat!” Puji suami padaku.
Itu dulu, lihatlah aku sekarang. Aku adalah
seorang ibu dengan seorang anak perempuan usia 4,5 tahun yang sudah mahir
mengendarai motor kemana-mana. Sudah ribuan kilometer jalan sudah aku
lalui.Kadang sendirian dan sering juga ditemani anak, membonceng Ibu, keponakan dan teman juga sudah ratusan kali aku
lakukan. Aku menjadi lebih lincah dan bisa bermanfaat lebih banyak bagi orang
lain.
Aku
bisa melakukan banyak hal untuk keluarga yang sebelumnya sangat tergantung
dengan suami. Apalagi pada kondisi tertentu dimana suami tidak bisa selalu ada
ditempat. Suami sakit, sibuk atau ada alasan lain. Bisa membantu suami dan tidak merepotkan dia
dalam urusan antar jemput. Apalagi aku juga punya urusan dan kesibukan . Pokoknya
apa saja dengan motor aku menjadi lebih lincah dan kakiku menjadi lebih
panjang. Tapi aku sangat bersyukur hal ini bisa aku lakukan sekarang karena
akan lebih bermanfaat untuk keluargaku. Dan di zaman sekarang ini sudah menjadi keharusan agar seorang Ibu juga
bisa mengendarai kendaraan . Banyak hal
yang bisa dilakukan seorang Ibu dengan motornya. Jadi, jika kamu kesulitan
belajar pake motor, hubungi aku ya. Ntar aku kasih tipsnya deh! Karena aku adalah seorang ibu yang tak mudah putus asa untuk
belajar apa saja termasuk soal kendaraan. Ibu rumah tangga digital harus bisa
pake kendaraan , harus itu!
(Awalnya
saya belajar menggunakan motor bergigi, karena itu lebih sulit menguasainya
daripada motor metik. Namun setelah itu sangatlah mudah untuk bisa menggunakan
motor metik, sangat gampang dan tak butuh waktu yang lama untuk menguasainya)
7 comment
Aku dulu bisa naek motor, tapi karena pernah jatuh jadi trauma sampe sekarang -_-"
BalasHapushahaha...jd ketawa ak bacanya...coz nya sama ak belajar mulai dari motor matik n skrng motor matik nya g ad di ganti motor yg ad gigi nya...jd hrus bljr lg....ak termotivasi oleh pengalaman mbak...makasih yah
BalasHapuskalo aku masih trama bu,, mudah " an aku bisa sperti ibu :v
BalasHapussama"
BalasHapusDlu aku naik motor berani tapi sekarang karen suatu kejadian agak trauma tapi apa boleh buat aku skrng hrs beranikan diri lagi buat pp kuliah tahun depan
BalasHapusDlu aku naik motor berani tapi sekarang karen suatu kejadian agak trauma tapi apa boleh buat aku skrng hrs beranikan diri lagi buat pp kuliah tahun depan
BalasHapusDulu berani naik motor,namun sejak kevelakaan beberapa tahun silam jadi takut dan trauma,qu mw mencoba lagi semoga bisa Amin
BalasHapusTerima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin