Engkau
Sejiwa Ragaku
Milda
Ini
Aku
mengenalmu sejak Februari dua tahun lalu, cukup lama namun sampai hari ini aku
belum pernah bisa melihat wajahmu. Sungguh sesuatu yang menyedihkan dan
menguras waktu, ketika kita begitu ingin melihat wajah seseorang yang kita cintai. Namun harapan itu sudah sirna.Menunggu
lama dalam pilu melara!
Menjadi
temanmu adalah indah, sejak pertama engkau hadir hingga hari ini. Memuncak
rinduku ingin melihatmu.Kini aku mengenangmu. Engkau selalu menyertaiku. Engkau
selalu menjadi temanku dalam suka duka. Sungguh hadirmu membawa warna baru
dalam ceriaku, dalam desahku, dalam penatku.Sungguh hidupku sangat
berwarna-warni dengan kehadiranmu. Engkau banyak mengajarkan banyak hal dalam
waktu sempit kita.
Kita
biasanya selalu meluangkan waktu untuk berbicara, bersentuhan, membalas
gerakan, membagi rasa, dan hal indah lainnya. Di setiap waktu dan kesempatan
karna kau selalu ada di dekatku. Jika aku lelah engkau akan menyapaku dengan
gerakmu. Engkau akan mengajakku bermain jika aku terdiam merenung.Engkau akan
menarikku jika aku lengah tanpa hati-hati. Sungguh engkau selalu hadir untuk
mengingatkanmu. Mengajakku mensyukuri hidup dan rejeki yang maha kuasa. Suatu
nikmat untuk orang terpilih.
Aku
kadang susah makan karnamu. Aku sering susah tidur karnamu. Aku acapkali sakit
kepala karnamu. Aku selalu menginginkan sesuatu dan bergiat mendapatkannya
karnamu. Aku lelah dan tak bertenaga hampir setiap hari karnamu. Susah tapi
senang dengan adanya kamu. Atas dasar cinta, aku lewati semua itu dengan suka
cita. Aku jalani semua itu dengan harap meluap. Hadirmu membawa perubahan yang
luar biasa pada diriku. Aku banyak membaca dan mencari tahu tentang segala
sesuatu yang mungkin nanti akan engkau perlukan. Aku bersemangat untuk menjaga
kesehatanku karna aku ingin bisa menemanimu kemanapun engkau pergi. Aku lebih
giat mencari rejeki yang halal untukmu, agar darah yang mengalir di tubuhmu
adalah kebaikan. Aku bersemangat beribadah dan mendo’akan kita berdua. Iya
,karna kita nanti akan melewati masa nyeri itu bersama. Ya , hanya kita berdua yang
tahu dan bisa merasakannya. Tak ada yang tahu bagaimana rasa ngiris itu. Bahkan
sebelatipun tak bisa melukiskan rasanya.Aku yakin kita bisa melewati semua itu
bersama.Sungguh denganmu aku akan kuat.
Lama
sudah kita berteman dan berkasih-sayang, sampai pada suatu hari, di bulan Mei.Baru
empat bulan pertemanan kita.Ada sesuatu yang sangat berbeda dari sikapmu.
Engkau tak lagi menyapaku dengan lincah gerakanmu. Engkau tak lagi membuat aku
selalu ingin memegangmu.Aku merasakan sesuatu yang hilang dari cumbu rayumu.
Sungguh aku seolah merasa sangat kesepian tanpa desirmu. Aku mencarimu,
merabamu di setiap tempat yang bisa kurasakan hadirmu. Engkau tak menjawab
lambaian tanganku, sentuhanku engkau acuhkan. Elusanku engkau remehkan. Aku
jadi penasaran, ada apa denganmu sobatku! Ada hal apa yang menimpamu? Sejuta
pertanyaan ingin kuutarakan tentangnu. Penuh sesak otakku. Apa yang harus aku
lakukan. Aku ingin tahu keadaanmu.Pada siapa ya, aku akan bertanya tentangmu,
sebelum ini tak ada seorangpun yang menjadi saksi pertemanan kita. Ini
pertemanan rahasia aku dan kamu. Aku kebingungan sendiri, luluh resah menjalar
di sekujur tubuhku. Air peluh mengalir melerai panas jasadku.Aku tergopoh
mencari alamat orang yang bisa kuhubungi untuk mencari tahu keadaanmu.
Kuperiksa semua lipitan dompet, laci kamar, lembaran buku,aku mencari dan terus
memeriksa. Siapa tahu terselip.Hampir putus asa aku melacak alamat itu. Hampir
kering asaku, akhirnya kartu biru itu ketemu juga. Alhamdulillah, akhirnya aku
bisa mendapati seseorang yang bisa membantuku mengetahui keberadaanmu.Terima
kasih ya Allah.
Aku
terhempas bagai di hamparan Gurun Pasir, panas, gersang, tandus, aku ingin
setetes air melegakan laraku. Jantungku copot seketika, darah berhenti sejenak,
otakku macet. Sekelebat semua senyap. Saat aku harus memastikan bahwa engkau
tak bisa lagi dilacak keberadaanmu, saat engkau tak bisa lagi aku dendangkan,
saat engkau hilang. Temanmu itu juga tak bisa banyak membantuku, aku tak bisa
menanggis saat itu, tak ada satu bulirpun yang keluar dari lorong
penglihatanku. Aku begitu terluka, aku begitu tersayat sehingga air mataku
seketika mengering tak bisa ku alirkan. Aku harus melepasmu.
Walaupun
aku harus kehilanganmu,aku inginkan jasadmu. Berbagai cara aku lakukan agar
engkau tak hancur lebur, walau aku harus menahan rasa sakit yang lebih panjang
dari biasanya .Aku menggunakan cara yang tak biasa, walau aku yang menahan
tusukan jarum itu bertubi-tubi di tubuhku. Aku inginkan engkau utuh tak ada
luka dan sakit sedikitpun. Aku ingin engkau tak tersakiti walau diujung napasmu
Aku ingin menciummu untuk yang terakhir kali. Aku ingin menghangatkanmu dengan
jilbab bersihku. Aku ingin memanjatkan do’a untukmu dan untuk kebersamaan kita.
Aku ingin memelukmu. Aku ingin menghantarkanmu menghadap sang pencipta. Aku
ingin melakukan semua hal untukmu yang terakhir kali. Berjanjilah kita akan saling menyelamatkan jika ada aral
melintang di hadapan kita.Walau aku tak pernah bisa melihat wajahmu, namun aku
yakin aku akan mengenalimu kelak di surga untuk menjadi teman terindahku.(Teringat ucapan seorang sahabat....karena
Milda suka berinvestasi, maka Allah memberikannya peluang investasi di akhirat.
Semoga saja investasi untuk membantuku untuk meraih surga.Amien......Mengenang
Kepergian Athillah Bi Qolbin Saliim)
Sebelas
bulan setelah ijab kabul. Aku melahirkan
bayi perempuan. Cepat ya! Alhamdulillah, satu bulan setelah menikah aku
langsung hamil. Bayi mungil nan cantik itu kami beri nama Nawra. Memasuki dua
tahun usia Nawra, kami berencana untuk menambah lagi momongan. Apa aja deh. Rasanya jaraknya pas nih, dua tahun,pikirku waktu itu. Jiaah,Ikut
menyukseskan program BKKBN! Aku mulai mempersiapkan diri untuk hamil . Mulai dari menjaga makanan, minum
suplemen dan berpikir positif untuk menjadikan diri siap untuk hamil.
Alhamdulillah
aku dinyatakan positif hamil. Namun sejak satu bulan kehamilan aku sudah sakit.
Setiap pagi aku mencret dan itu membuat badan aku lemas. Aku dehidrasi. Aku
kehilangan tenaga yang cukup banyak. Memasuki kehamilan ke empat bulan aku
keguguran.Bayiku meninggal di dalam kandungan. Saat itu aku tak sempat
menanggis karena yang ada di dalam pikiranku hanyalah bagaimanaa segera mengeluarkan
janin ini tanpa harus menyakitinya atau membuat dia tidak utuh. Segala upaya
aku usahakan, akhirnya janin itu bisa dikeluarkan utuh tanpa ada satupun bagian
tubuhnya tersakiti. Janin bayi laki-laki yang aku sendiri tak pernah bisa
membayangkan wajahnya. Aku berharap wajahnya mirip denganku dan suatu hari
kelak aku bisa bertemu dan memeluknya.
Neng, Korban Jimat Bapaknya
Milda Ini
Siang ini kembali ruangan kelas dua IPS di sekolahku
heboh. Si Neng sang ratu pingsan bin kesurupan kembali kumat. Saking seringnya
aku lupa ini kasus yang ke berapa . Semua riwayat kesehatan dan data diri serta
keluarga si Neng komplit tersedia di buku status pasien. Nomor kontak keluarga
Neng juga terekam di buku itu. Maklum jika kami tak sanggup lagi menanganinya,
kami segera menelpon pihak keluarga untuk menjemput.
Kali ini kasus Neng sedikit unik, kedua kakinya nyangkut di kaki kursi sekolah. Diantara
keempat kaki kursi itu terdapat penyanggah keseimbangan yang dibuat saling
mengait diantara satu tiang kaki ke kaki kursi yang lain. Nah, kaki Neng yang
masih berbalut sepatu sekolah hitam masih nempel di sana. Kaki Neng keram dan
tegang. Setiap akan dibantu untuk dilepaskan. Si Neng berteriak kesakitan.
Lengkingan suaranya sampai terdengar di ruang kelas paling ujung . Dimana kelas
si Neng terletak di baris terdepan masih ada empat kelas lagi di belakangnya.
Ada teman Neng yang berusaha untuk menarik kaki tersebut, Neng semakin
berteriak histeris. Kami menutup telingga setiap Neng berteriak.
Dalam kondisi seperti ini ada lima orang teman Neng yang selalu setia dan siap
siaga saat Neng pingsan dan kesurupan . Mereka sudah paham tindakan apa saja
yang mesti mereka lakukan. Mereka sudah tau harus berbuat apa. Seperti saat ini
dari kelima teman Neng langsung ada yang membaca Al-Qur’an sambil memegang
salah satu tangan Neng. Yang satu lagi membimbing Neng untuk membacakan asma
Allah. Seorang lagi siap dengan tas Neng dan obat-obatannya dan terakhir sang
juri kunci, hehehe. Kebagian untuk
mengurusi hubungan ke pihak sekolah, wali kelas, suster sekolah sampai
mengubungi keluarga Neng.
Neng masih berteriak. Kata Iteng teman sebangku Neng,
barusan Neng melihat anak kecil seperti tuyul berlarian di ruang kelas. Sontak
saja semua penghuni kelas ini langsung berteriak dan berhamburan ke luar.
Mereka ketakutan. Penghuni kelas ini kebanyakan
perempuan , kebayang bukan gimana
hebohnya. Suara ketakutan di sana-sini diikuti dengan ekspresi wajah
bingung, kian menambah mencekamnya suasana. Si Neng masih setia dengan bangku
sekolahnya.
Tak berapa lama, datang salah satu temannya yang tergopoh-gopoh.
Membawa dua buah bawang putih, yang ia peroleh dari dari tukang lotek yang
berdagang di kantin sekolah. Menurut dia setan yang sekarang bersarang di dalam
tubuh Neng akan menjauh karena mencium bau bawang ini. Setan tidak suka bau
bawang. Aku cuma tersenyum mendengar penuturannya yang serius. Lalu ia
meneruskan bahwa hal itu juga biasa dia lihat di film-film horor . Wah, ada-ada
saja anak-anak ini.
Neng masih belum bisa kami atasi meski tangan dan
kakinya kini penuh dengan bau bawang. Kegiatan belajar di kelas mendadak
dihentikan. Dua orang guru berusaha untuk menenangkan Neng. Belum ada hasil. Aku
mengambil inisiatif biarlah Neng di bawa ke ruang UKS saja agar tidak menganggu
kelas lain dan menjadi tontonan orang banyak.
Kami mengangkat Neng berikut kursi yang ia duduki.
Kami tidak ingin memaksa apalagi menyakiti Neng. Beberapa teman sekelas Neng
yang berbadan tinggi besar berusaha mengangkat Neng beserta kursinya.
Dalam perjalanan dari kelas menuju ruangan UKS yang berjarak lima puluh meter. Neng masih saja berteriak dan mengoceh
tak karuan. Setiap orang yang melihat kejadian ini seolah kaget dan merinding. Meski kasus pingan Neng sudah
menjadi biasa saja saking seringnya. Namun kali ini agak berbeda. Neng pingsan
disertai teriakan dan bangku sekolah yang menempel. Bulu kudukku terasa berdiri
dan desir darahku kian kuat. Aku merinding di pagi menjelang tengah hari ini.
Neng berbeda hari ini, desisku!
Di ruang kesehatan Neng hanya ditemani lima orang
sahabat karibnya. Guru-guru yang tadi berupaya menenangkan Neng secara
bergantian mulai terlihat kewalahan. Ibu Manak hampir saja kena semburan air
yang dilabrak Neng. Cepat sekali tindakan Neng. Pada saat ia berusaha untuk
memberikan air itu sebagai penawar sakit . Kasur seketika basah. Hampir saja
wajah ibu Manak tertampar air yang sudah
diberi jampi-jampi itu.
Tiba-tiba Neng berteriak histeris, kami semua kaget.
Kata temannya Neng baru saja didatangi arwah kakaknya yang baru satu sebulan
meninggal. Ini teriakan histeris ke dua Neng. Jadi setiap melihat mahluk ghaib
Neng langsung berteriak. Bulu kuduk kami kembali merinding. Teman Neng yang
lain semakin memperkuat membaca ayat Al-Qur’an, Neng semakin berteriak.
Meraung-raung. Waduh, sepertinya mahluk aneh yang ada di tubuh Neng tidak suka
mendengarkan ayat Al-Qur’an. Aku meminta untuk meneruskan membaca ayat suci
tersebut meski Neng makin berteriak . Nanti juga akan berhenti berteriak,
pikirku.
“jadi gmana Mi? Neng makin mengamuk nih. Gak kuat kami
memegangnya, tenaganya kuat sekali”
Aku melihat dua orang teman Neng berkeringat. Mereka
mulai menanggis melihat kondisi Neng yang semakin sulit untuk ditenangkan. Neng
meronta-ronta. Bunyi kursi berdenyit-deyit
membuat nyilu. Bagaimana ini, aku bingung juga, apa yang harus
dilakukan. Kuatir nanti ada korban. Bisa
tambah gawat.
Tiba-tiba datang megap-megap teman Neng yang lain,
menyerahkan sebuah botol yang setelah aku amati dengan seksama. Botol tersebut
adalah botol bekas minuman keras. Aku
buka tutupnya. Bau khas arak menyeruak hadir. Bentuk botol yang unik . Bisa
kutebak seketika meski tulisan dibotol tersebut sudah hilang. Tak salah lagi ini
minuman keras.
“gosokan dengan air yang ada di dalam botol ini. Saya
baru ingat kalau di kolong meja Neng ada botol ini,” jelas teman Neng
. Tanpa menunggu lama mereka langsung mengosok kaki Neng dengan air dari botol tersebut, sejurus kemudian kaki Neng yang tadi kaku dan tegang tak berapa lama bisa sedikit lentur dan dilepaskan dari kursi tersebut. Seperti sulap saja, Neng dipindahkan ke kasur. Aku terpana aneh. Air apa sih, yang ada di dalam botol ini kok begitu ampuh membuat lentur kaki Neng yang dari tadi sangat susah untuk dilemaskan apalagi dilepaskan.
. Tanpa menunggu lama mereka langsung mengosok kaki Neng dengan air dari botol tersebut, sejurus kemudian kaki Neng yang tadi kaku dan tegang tak berapa lama bisa sedikit lentur dan dilepaskan dari kursi tersebut. Seperti sulap saja, Neng dipindahkan ke kasur. Aku terpana aneh. Air apa sih, yang ada di dalam botol ini kok begitu ampuh membuat lentur kaki Neng yang dari tadi sangat susah untuk dilemaskan apalagi dilepaskan.
Lalu teman Neng menjelaskan bahwa air itu berisi air
syarat? Maksudnya air syarat?Itu loh,
air yang sudah dibacakan mantra-mantra
oleh dukun. Hah, aku melotot tak percaya. Oh, aku jadi ingat sekarang, setelah kejadian si Neng kumat dua minggu
yang lalu ketika berbicara dengan Bapaknya Neng. Sempat aku sarankan agar Neng
segera diobati. Bapaknya mengatakan akan
membawa berobat si Neng. Dan ini mungkin pengobatan yang dimaksud
Bapaknya Neng . Pantas saja Neng hampir dua minggu tidak kumat rupanya sudah
ada penangkalnya.
“iya Mi, Neng tadi seharusnya begitu merasa sakit segera mengoleskan air ini ke bagian yang
sakit itu. Tapi karena tadi Neng sibuk belajar mempersiapkan diri untuk ujian
di jam pelajaran berikutnya. Neng tak
menghiraukan rasa sakit yang datang. Begini
nih jadinya.” Terang si Upik, teman Neng.
Aku diam terpana bersama dua orang guru lain yang
sedari tadi membantu kami menanggani Neng. Kali ini terpaksa Neng kami
tenangkan dulu karena orang tua Neng sedang tidak bisa dihubungi. Biasanya
begitu kumat si Neng langsung dibawak pulang oleh orang tuanya.
Neng sudah agak tenang. Kupandangi wajah si Neng
dalam. Rupanya yang cantik, putih , ada tahi lalat di atas bibirnya. Sungguh
malang kamu Neng. Mengapa orang tua kamu tega melakukan hal ini kepada kamu.
Bagaimana masa depan kamu kalau setiap saat kamu bisa kumat begini. Kamu masih
muda. Aku tidak bisa membayangkan jika
Neng kumat dan pada saat itu tidak ada sahabat atau keluarga di dekatnya. Pasti
sangat repot dan bikin susah orang banyak. Dari informasi temannya aku tahu
bahwa si Neng memang diberi jimat oleh Bapaknya dengan maksud untuk melindungi
Neng, tapi ternyata jimat itu sendiri sekarang yang menyiksa si Neng. Sungguh
kasihan.
Tak berapa lama kemudian karena Neng sudah agak tenang
guru-guru yang tadinya berdatangan mulai meninggalkan rungan. Teman si Neng yang
lain mulai belajar lagi seperti biasa, namun ruang belajar kini pindah
ke ruang perpustakaan karena teman si
Neng masih trauma dan takut kalau- kalau tuyul yang dilihat si Neng tadi masih
berkeliaran di kelas. Lucunya anak-anak ini!
Kepada lima teman Neng yang setia aku minta untuk
tetap berada di ruangan. Aku kuatir juga kalau
Neng kembali kumat. Orang tua Neng belum juga bisa dihubungi. Hari
hampir menjelang sholat zuhur. Neng tertidur mungkin capek setelah tadi berteriak dan meronta.
Tiba tiba Neng bangun. Kami semua terperanjat kaget. Neng langsung duduk.
Teman-temannya sekejap langsung mengelilingi
Neng. Ada yang menawarkan minum. Setelah Neng minum seteguk. Kemudian
dia tertawa terpingkal-pingkal. Kami makin
kaget , air minum yang dipegang teman
Neng hampir jatuh. Teman Neng berusaha untuk menanyakan tapi Neng tidak menjawab, malah semakin tertawa terpingkal-pingkal.
Kami bertambah kaget dan takut. Kami saling pandang dengan tatapan bingung.
Sekaligus cemas.
Sedetik kemudian kami melihat Neng seolah berubah menjadi
seorang Nenek yang usianya sudah tua dan
reyot. Pipinya seolah keriput dan mulutnya langsung dower seperti nenek-nenek kebanyakan yang kita ketemui. Kami saling
pandang, menebak apa yang sedang terjadi dengan Neng. Semakin dilihat ke muka
Neng semakin kami seolah melihat sosok Nenek-nenek yang yang sudah tua , penuh keriput.
Mulut Neng monyong ke kiri dan ke
kanan. Pipinya terlihat kempot. Geli
melihatnya, tapi juga bingung. Lebih
tepatnya takut!
Tingkah laku Neng juga berubah seperti Nenek-nenek. Lalu
temannya bertanya. Apa yang sedang terjadi Neng tidak menjawab.
“aku cantik kan?”
Kami saling pandang, bingung. Tidak tahu mesti berkata
apa!
“iya cantik tapi lebih cantik lagi kalau kamu senyum”
jawab salah satu teman Neng
“eh, ini wajah aku memang cantik kok! Banyak yang suka
dengan aku loh!”
Hah, kami semakin terperanjat. Mau tertawa, lucu tapi takut, merinding. Pertunjukan apa yang sedang Neng pertontonkan kepada kami. Aku membaca
istiqfar berkali-kali dalam hati. Sekali lagi, mau tertawa nanti salah, gak ketawa tapi ini kondisi lucu sekali.
Aku menyodorkn kaca kepada Neng. Dia kaget . Matanya
melotot. “Ih, jelek sekali kayak nenek
lampir yang di film horor” Ucap Neng. Lalu berteriak kencang sekali. Kami
hampir melompat mendengar teriakan Neng. Bulu kudukku kembali merinding di siang
bolong begini.
“oh, tidak bisa! Kan aku udah pake pemutih kok wajahku
jadi hitam dan keriput begini” Neng Ngoceh dengan logat seperti di Televisi.
Asli yang ini kami tidak kuat lagi menahan ketawa,
melihat ekspresi Neng. Apalagi ketika Neng kaget berteriak
melihat mukanya yang sebetulnya
gak hitam apalagi keriput. Neng kan masih 17 tahun. Masa keriput.
Buru-buru temannya
mengambil kaca tersebut, ternyata menyodorkan kaca itu bukan solusi
yang baik. Neng masih saja bertingkah
seperti Nenek-nenek. Tapi kali ini sudah
sedikit tenang setelah temannya
mengeluarkan bedak dan dipakaikan ke wajah Neng. Mereka menyakinkan
kepada Neng bahwa dia cantik dan tidak keriput. Bahwa Neng akan baik-baik saja karena bedak yang diberikan tersebut
sudah mengandung pemutih.
Hampir satu jam
Neng bertingkah seperti ini. Heboh dengan wajahnya yang hitam dan keriput. Kami
melayani Neng sambil tersenyum geli.
Lalu Neng kembali pingsan. Dioleskan lagi dengar air dalam botol minuman keras
tadi Neng sadar. Ketika sadar itu Neng sama sekali tidak mengingat apa saja
yang barusan ia alami. Kami hanya tersenyum. Teman Neng menjelaskan
kronologisnya. Setelah Neng tenang , aku hanya memastikan kepada Neng mengapa
dia sering kumat begitu ternyata memang Neng jarang sekali sholat dan suka
melamun . Saat ini pun Neng sedang menstruasi dan otomatis tidak melakukan
kegiatan ibadah apa pun.
Ada – ada saja
kejadian siang ini. Ada rasa takut namun
geli. Begitu banyak hikmah yang bisa kita
ambil dari si Neng yang menjadi korban Bapaknya sendiri karena jimat. Mengapa
kita tidak mempercayai ketentuan dan ketetapan Allah SWT. Bukankah syirik itu
dosa besar. Hanya kapada Allah SWT tempat kita berserah diri. (Kisah Anak Muridku yang Menjadi Korban
Jimat Bapaknya)
Arsip Blog
Momen Kenangan
ABOUT ME
Blogger , Penulis Buku, Narasumber
Postingan Populer
Total Pageviews
Blog Archive
Labels
Belanja Online
Bengkulu
Bengkulu Heritage Society
Bisnis
Blogger FLP
Blogging
Buku Mildaini
Destinasi
Digital
Drama
Fashion
Film
Finance
FLP
Healthy
Hobby
Hotel
Internet
Investasi
Kelas Nulis
Kendaraan
Kesehatan
Kuliner
Kuliner Bengkulu
Kuliner Nusantara
Make-up
Media Sosial
News
Parenting
Pendidikan
Pengiat Literasi
Resep
Review
Teknologi
Tiket Pesawat
Tips
Traveling
Travelling
Wonderful Indonesia