Beauty Of Lajang
Milda ini
Angin pantai Panjang menyibak dedaunan
di depan rumahku. Pagi ini tidak ada yang istimewa, selain dua potong kue Tat,
kuliner asli Bengkulu yang disajikan Ibu untukku. Kue yang berbahan baku gandum
dan di tengahnya diberikan inti selai nanas, lalu dipanggang di atas api
tempurung kelapa. Namun aku yakin ini bukan ibu yang membuatnya tapi Cik Raya yang menjualkannya kepada ibu.
Di sampingnya masih ada setengah gelas kopi hitam yang sudah dingin. Aku duduk
berdiam diri di samping ibu yang tengah menyiapkan menu yang akan dimasak hari
ini.
“ Inga, ada undangan tuh dari si Johan.
Dia mau menikah minggu depan!” jelas ibu memecah kebisuan kami
“ Acara muda-mudi ya Bu? Tanyaku. Ibu
tersenyum sambil mengangguk.
Aku menyeruput kopi dan mencomot
sepotong kue, seketika diam dan menggeleng, “Malas ah, Bu! Datang. Acaranya pasti begitu-begitu!”
lanjutku sambil mengunyah kue. Yummy!
“ La, kalo kamu malas datang memenuhi
undangan orang, jangan harap nanti kalo kamu nikah banyak yang mau datang” seru
ibu
“ Emang, Inga sudah punya calon Bu, “
tanya Ayah yang tiba-tiba muncul
“ Tau deh, cowok aja yang datang main
ke rumah kita aja gak ada!” seru ibu membenarkan.
“ Masa sih Bu, kan sering juga ada
cowok datang ke rumah kita” Aku nyengir
ngeles.
“ Halah, itu kan gak jelas statusnya,
soalnya dia juga datangnya gak jelas, kapan saja dan gak pernah ada yang
spesial!”
Oh,
alah aku mengerti maksud ibu
sekarang. Memang kalo mau diliat
setiap malam minggu, mana ada yang emang datang
rutin alias ngapel. Kayak apaan gitu, mungkin maksud ibu kayak orang pacaran, hehehe. Yang punya jadwal rutin bertamu. Hadai!
“ Iya Bu, ntar juga ada waktunya.
Sekarang Inga mau berangkat kerja dulu ya, biar gak telat. Dada ibu...” ucapku
sembari berlalu meninggalkan mereka. Dalam perjalanan menuju ke sekolah, ucapan
ibu masih terngiang di benakku. Hmmm,
rupanya ibu ingin aku punya cowok ya. Dan itu bukanlah sesuatu yang menarik
bagiku. Banyak ruginya buatku.
Di sekolah setelah bel istirahat,
seperti biasa aku berkumpul ngobrol-ngobrol
dengan teman kerja yang juga masih lajang. Kami duduk di perpustakaan sambil
membaca koran. Tak lama datang seorang teman membawakan beberapa undangan untuk
kami termasuk untukku. Membaca nama di sana, aku berucap syukur. Alhamdulillah ,
akhirnya teman kerjaku segera akan menikah.
“ Kalian berdua, bagaimana?” tanya seorang guru.
Kami
terdiam tak ada yang berniat untuk menjawab karena kami tau kemana arah
pertanyaan itu. “ Iya Bu, ni mungkin Asih yang mau segera menyusul” jawabku
sekenanya daripada gak.
“ Sudah punya calon kamu Asih” tanya
bu guru lagi. Si Asih cuma menggeleng pelan. Tersenyum manis, semanis coklat
kesukaanku. Lalu Bu guru tadi mengambil kursi dan duduk dengan serius di antara
kami berdua. Rupanya ada yang ingin dia sampaikan.
“ Gimana kalo kamu saya kenalkan
sama seseorang, mau gak?” Oh, ini maksud Bu guru mendekati kami. Asih tersenyum
simpul, “Boleh bu, kalo cocok kenapa gak. Saya mah, oke-oke aja”
Aku
tersenyum getir, selalu begitu jika aku sedang bersama Asih, ngobrol soal jodoh tak pernah pihak
ketiga itu menawarkan jodoh itu kepadaku. Belum tentu juga aku mau kok, ya paling gak basa-basi gitu. Ini
sudah yang kesekian kali kejadian kayak
gini. Kali ini aku tak segera meninggalkan mereka berdua, tetap duduk, tapi aku cuek
saja seolah tak tau apa yang sedang mereka perbincangkan.
Dalam lamunanku, aku berpikir , sedemikiannya
aku, sehingga hanya dalam bentuk tawaran
pun tak ada yang mau menawarkannya kepadaku. Memang jika dibandingan dengan
Asih , kami ibarat langit dan bumi. Setiap cowok pasti akan memilih Asih. Dia
cantik, bisa menjaga penampilan, sedang berdandan sedang aku. Kemana-mana
jilbabku melambai-lambai, huhuhu.
Gayanya juga sederhana malah terkesan gak
bergaya. Tapi aku suka gayaku.
Ah, gak
di rumah gak di sekolah semua orang
menganggap aku tak layak punya jodoh cepat, bagus dan mapan. Hanya karena aku
berjilbab panjang dan tampangku yang ngepas.
Padahal usiaku sudah mau pergi dari dua puluh lima sekitar dua bulan lagi.
Mulai masuk ranah rawan jodoh. Aku juga butuh menikah, jeritku!
Sejak pertemuan kami bertiga di perpus itu, si ibu
jadi sering banget nyamperin kami,
apalagi ngobrol dengan Asih. Biasa
proyek jodoh. Kali ini obrolan mereka serius sekali. Aku akhirnya menepi
memberikan jarak diantara mereka berdua agar lebih leluasa. Buku yang sedari
tadi kupegang serasa sangat menarik untuk diselesaikan dibaca.
“Asih,
napa sih mereka gak pernah nawarin jodoh sama aku? “ tanyaku suatu pagi kepada
Asih ketika kami makan di kantin. Asih cuma tersenyum mendengar pertanyaan
polosku. “ Kata mereka sih, kuatir gak cocok sama kamu. Mereka menilai kamu
orangnya pilih-pilih dan stelannya tinggi!” Hampir meloncat aku mendengar
penuturan Asih yang jujur. Apa yang mau dipilih atau seleraku tinggi. Yang mau
dipilih itu aja gak ada, belum pernah
ada malah. Ada-ada aja mereka ,
hardikku dalam hati.
Malam
hari sebelum tidur, aku teringat perkataan Asih di kantin sekolah tadi . Aku
mendadak dilanda insomia. Kumanfaatkan waktu untuk membaca, merapikan buku-buku
bacaanku. Kuperhatikan hampir semua koleksi buku yang memenuhi rak di kamarku
ini genrenya adalah buku pernikahan dan keluarga. Mulai dari tips memilih
jodoh, melayani suami, merawat anak sampai dengan buku-buku yang berkaitan
dengan tumbuh kembang anak. Komplit dah
, kalau buku dan ilmunya tentang pernikahan. Hampir tiap bulan aku menyisihkan
uang untuk membeli buku. Katanya membaca buku, menambah wawasan adalah bagian
dari persiapan untuk menuju pernikahan termasuk membaca soal kehamilan,
perawatan dan pendidikan anak. Termasuk soal seluk - beluk mertua.
Istilah
kata kalau persiapannya matang, insya Allah semua akan berjalan mudah dan
lancar. Menurutku , membaca dan belajar tentang ilmu berumahtangga itu perlu
dilakukan jauh-jauh hari sebelum masa menikah datang. Karena jika sudah
menikah, hamil dan punya anak niscaya tak banyak waktu lagi untuk membaca atau
mencari tau lewat berbagai referensi. Masa mau baca buku dulu atau googling di internet pas ada masalah. Ribet juga kan, ya sudah karena telah
dapat ilmunya, tinggal praktik saja. Betul tidak, pemikiranku ini.
Nah,
masalahnya sekarang adalah soal calonnya
ini yang belum ada. Mau kemana aku mencarinya. Dimanakah dirimu berada, wahai
Arjunaku, desisku dalam hati. Hayolah, yang jauh mendekat, yang dekat yuk,
merapat. Ya, Allah jika jodohku masih di atas langit bantu turunkan dia ke bumi
dan beritahu dengan dia alamat rumahku. Alamat yang lengkap ya Allah, jangan
sampai dia malah datangnya ke rumah Asih atau ke tempat lain, gumamku terkekeh.
“Bu,
surat undangan yang kemarin ada dimana ya? Tanyaku pada Ibu yang sedang
merapikan pakaian yang sudah disetrika di ruang keluarga.
Ibu
monyong, “ Itu, ada di atas TV. Lagian buat apa kamu ngumpulin undangan. Ibu
lihat koleksi kamu sudah banyak. Yang penting itu calonnya Dek, soal undangan
gampang itu!”
“
Ya, Ibu ini kan juga bagian dari persiapan, kalau aku nikah nanti gak repot
lagi. Soal konsep undangan beres...res! jawabku optimis. Tak lama terdengar
suara mobil Ayah, memasuki pekarangan rumah. Berderemmm mesinnya , lalu mati.
Ayah memasuki rumah.
“
Bu, nanti malam ada keluarga teman Ayah yang mau datang ke sini, siapkan
makanan kecil ya Bu. Selepas Isya mereka katanya datang!” jelas Ayah, sambil
melepas baju kantor.
“
Dalam rangka apa Yah, mereka datang ke rumah kita!” tanya ibu, penuh selidik.
Ayah
duduk di antara kami, sembari minum air putih yang telah disiapkan ibu, “ Anak
bujangnya mau dikenalin sama Inga. Barangkali mereka cocok!” jelas Ayah tanpa
beban terutama tanpa meminta persetujuan aku terlebih dahulu, ini gak adil. Masa main langsungan aja. Harusnya konfirmasi dulu sama aku. Aku cemberut
mendengarkan penuturan Ayah.
“
Napa kamu, gak suka ya? “ tanya Ayah sok
tahu. Aku makin cemberut dan menggeleng lesu. Merapatkan badan duduk di sebelah
Ayah. Bermanja-manjaan.
“
Selagi orang tua masih ada, soalan jodoh anak itu juga menjadi tanggungjawab
orang tuanya. Itu lebih baik jika orang tua yang mencarikan dan mengusahakan agar terhindar dari fitnah”
“
Tapi Inga berhak untuk menolak kan Ayah gak selalu harus setuju kan!” belaku.
Ayah dan Ibu cuma tersenyum, “ Iya donk, masa gak boleh menolak. Namun menolak
juga harus ada alasannya. Jangan sampai Inga nanti kena mudharatnya jika menolak pinangan lelaki yang sholeh yang gak ada alasan syariat untuk Inga menolak lamaran dia” Aku
tersenyum malu mendengar penjelasan Ayah. Dalam hati aku berharap, semoga anak
teman Ayah ini sholeh , ganteng dan layak jadi Arjunaku.
Singkat
cerita pertemuan dua keluarga malam ini menghasilkan suatu keputusan yang
menurutku tidak jelas. Namun, apa boleh buat itu cuma bahasa negosiasi dari
Ayah. Apa! jodoh kok pake negosiasi segala. Gimana gak negosiasi, pihak laki-lakinya minta keputusan jadi atau
tidaknya setelah pengumuman kelulusan tes pegawai negeri. Intinya sih begini, dia mau jadi PNS dulu ntar baru nikah. Jadi aku diboking dulu, begitulah bahasa
sekarang. Ya, kalau dia lulus kalau gak,
rugi donk aku. Bukaan lowongan PNS itu aja masih dua bulan lagi, belum pengumumannya. Haiya, lamanya awak
menunggu kepastiannya. Aku sudah berkecil hati duluan, tak akan aku mengharapkan
dia menjadi Arjunaku. “ Kita lihat saja nanti Ayah, semua masih belum jelas
kan. Jika memang kami berjodoh, maka Insya Allah pasti akan dimudahkan.
Sekarang jalani aja dulu aktivitas masing-masing” Jelasku mewakili ketidakmauanku
untuk ikut negosiasi mereka. Semua yang hadir mengangguk tanda setuju.
Di
sekolah hubungan si Asih dengan Mak comblang
makin mesra, udah jalan dua bulan. Tampaknya wajah mereka kian berseri-seri!
Aku yang gigit jari. Di sekolah selain kami para gadis, ada juga kok yang bujangan. Tapi lagi-lagi mereka
tidak mau memilih aku. alasannya kata mereka aku cewek ribet. Entahlah, maksud dari perkataan itu apa. Aku aja gak paham. Intinya, aku tak masuk
kriteria dua cowok bujangan di sekolahku. Titik!
Sekarang
usiaku sudah masuk angka dua enam, belum juga ada tanda-tanda jodoh mau datang.
Undangan dari kaum kerabat entah dari mana-mana ada saja saban minggunya. Bahkan mereka yang usianya jauh lebih muda dariku
sudah berlabuh duluan ke pelaminan. Alahmdulillah, belum ada ponakanku yang
melangkahiku untuk nikah, kalau ada benar-benar gawat ini urusannya. Aku seakan
mulai masuk ranah gadis tua. Haduh,
membayangkannya saja aku ogah,
apalagi jika harus menjalaninya. Ya, Allah apa ada yang kurang dari ikhtiarku
selama ini, keluhku.
Sampai
suatu saat aku diperkenalkan dengan seorang teman. Setelah beberapa kali
berinteraksi bersama-sama akhirnya kami sepakat untuk mengajukan proposal
menikah kepada orang tua masing-masing. Aku segera mengabarkan berita ini kepada
Ibu terlebih dahulu. Hampir melotot mata Ibu mendengarkan penjelasanku. “ Apa!
Mau makan apa kalian nanti. Emangnya cukup
cuma mengandalkan bisnis rental komputer . Apalagi dia masih kuliah! Ah, Ibu
gak mau kamu cuma dimanfaatin aja sama dia.” berang ibu sore itu kepadaku. Ah,
Ibu aja semarah ini apalagi Ayah, akhirnya kuurungkan menyampaikan berita
tersebut kepada Ayah. Gagal lagi ya gagal lagi, makiku!
Setelah
kejadian itu, aku seolah ingin menenggelamkan diriku pada segudang aktivitas.
Tak ada sedikitpun dari waktuku yang tak terisi oleh kegiatan. Aku tak mau
memikirkan soal jodoh lagi. Lebih baik bekerja dan bekerja. Aku mulai fokus
untuk merintis bisnis. Membuka toko pakaian. Menghabiskan waktu tanpa harus dicekoki dengan urusan jodoh. Namun satu
hal yang masih aku lakukan adalah, jika bertemu dengan orang baik dan lebih tua
dariku apalagi yang sudah berumah tangga. Aku selalu mengatakan kepada mereka
keinginanku untuk menikah dan meminta mereka agar mendo’akanku. Hal ini sangat
kuyakini jika kita tidak mengutarakan isi dan maksud hati kita, bagaimana orang
lain akan membantu kita.
Oleh
karena itu sangat perlu aku menyampaikan keinginan menikah ini kepada mereka
yang amanah, agar mereka bisa membantu mencari solusinya. Siapa yang tau, antah
berantahnya si Arjunaku akan datang lewat siapa. Iya, kan!. Satu lagi yang selalu aku lakukan adalah berdo’a agar setelah
menikah aku langsung dikarunia anak. Oleh karena itu aku sangat suka
mengkonsumsi touge dan bubur kacang hijau. Makanan ini dipercaya bisa
meningkatkan kesuburan dan membuat awet muda. Percaya deh, sama aku!
Di
rumahpun tak banyak waktu aku untuk bercengkrama dengan ayah dan ibu. Sampai di
rumah biasanya aku langsung masuk kamar, istirahat. Terkadang hanya untuk
urusan makan saja, masih sering diingatkan sama ibu. Aku seolah menjauh dari
kehidupan mereka. Aku keluar kamar, jika ada keperluan saja. Tamu cowokpun juga
sudah jarang datang ke rumah. Aku seolah menjelma menjadi satu sosok yang super
sibuk dan asing bagi mereka. Sampai suatu sore. Ayah mengajakku ngobrol.
“Besok
kita akan ke dusun, menghadiri pesta pernikahan anak Uwak Madi. Kamu harus ikut
ya, ketemu dengan sanak keluarga, sudah
lama juga kita tidak pulang kampung”
Acara
pesta di dusun, penuh sesak. Biasalah namanya juga di dusun, acara pernikahan
itu sangat istimewa. Acara yang dianggap oleh mereka sebagai ajang silaturahim,
refresing dan bahkan acara mencari
jodoh. Aku diperkenalkan dengan keluarga besar Ayah, baik yang masih satu zuriat langsung ataupun yang masih
keluarga jauh. Istri Uwak mendekatiku, aku menyalami tangannya lembut. Duduk
manis di sebelahnya. Sepertinya dia ingin bercerita kepadaku. “Inga, cobalah
berjilbab itu yang biasa-biasa saja. Kalau begini siapa juga yang berani
mendekatimu. Jauh jodoh” terang Uwak serius. Aku terpana, kenapa Uwak berpikiran seperti ini. Aku saja yang menjalaninya
asik-asik aja. Aku tersenyum.
“
Mana ada laki-laki yang mau dengan cewek yang semuanya tertutup seperti ini.
Tak ada yang menarik bagi mereka “ lanjut Uwak tanpa merasa bersalah.
“
Iya Wak, mungkin belum datang saja
jodohnya. Do’akan ya agar Inga segera dapat jodoh. Liat si Titin, sudah seksi
dan terbuka semua pun, masih belum dapat
juga jodohnya. Sudah kepala tiga dia , Wak! “ balasku. Uwak terkejut sembari
matanya mengalihkan pandangannya terhadapku. Berlari ekor matanya menatap
saudara sepupuku yang dikenal seksi dan hobi dandan itu. Maaf Wak, bukan maksud
hatiku membuat kau tercenggang, desisku!
Sepulang
dari dusun, aku kembali menjalani rutinitas hidupku. Soal jodoh meliuk-liuk
dalam benakku. Entah akan berlabuh kapan. Aku terus berdo’a dan berupaya untuk
memperbaiki diri, menambah wawasan, skill
, agar nanti dapat jodoh yang sholeh. Label perempuan tua atau jomblo tak
laku-laku memang membuat kening berdenyit. Meski belum ada yang memberikan cap
itu semua secara langsung kepadaku. Hanya perasaanku saja. Rasa kuatir seorang
perempuan yang berlebihan. Perempuan yang belum pernah berpacaran dan belum
juga dilamar oleh seorang Arjuna. Memikirkan itu semua, sangatlah menyiksaku.
Pusing!!
Saat
ini banyak agenda kebaikan yang akan aku tuntaskan. Melakukan banyak hal untuk
diriku, keluarga dan orang lain. Memikirkan jodoh adalah hal yang pelik untuk
segera ditamatkan. Sesuatu yang sangat mustahil untuk kita pikirkan sendiri.
Yang sudah begitu lama pacaran, menjalin kesepakatan untuk mengikat janji suci
pernikahanpun sewaktu-waktu bisa saja batal. Bahkan mereka yang sudah
menetapkan tanggal, menyebarkan undangan saja, bisa saja pernikahannya batal.
Apalagi aku yang notabene belum ada secuil
pun mendekati ke arah sana.
Tadi
pagi Asih menelpon, dia menanggis tersedu-sedu. Mengabarkan rencana pernikahan
dia yang batal. Padahal pertemuan dan
kesepakatan kedua keluarga sudah sangat jauh. Asih, shock mendengar kabar bahwa sang cowok membatalkan rencana
pernikahan itu hanya karena sempat melihat Asih pergi dengan seorang cowok ke
sebuah mol. Tanpa mau mendengarkan
penjelasan Asih, sang cowok memutuskan hubungan dengan Asih. Rencana pernikahan
yang sudah diambang pintupun terancam tidak jadi. Ah, itulah hidup penuh
misteri, pikirku. Yang sudah dalam genggamanpun sangat mudah terlepas.
Berkaca
dengan pengalamanku selama ini menjalani proses perjodohan dan pernikahan dan
dari masalah yang menimpa Asih. Aku semakin memantapkan keyakinan bahwa, tak
perlu melakukan hal-hal yang berlebihan dan tanpa pertimbangan soal jodoh. Aku
akan menjalani hari-hari lajangku dengan sebaik-baiknya. Mengisi masa
kesendirianku dengan hal yang bermanfaat. Hal-hal kecil yang mungkin nanti
setelah menikah dan punya anak tak sempat aku lakukan lagi karena kesibukkanku
mengurusi rumah tangga.
Aku
yakini, jika memang persiapanku sudah cukup baik dari segi ilmu, fisik dan
metal. Inya Allah jodoh itu akan datang kepadaku dengan cara – cara yang tak
terduga. Allah tak akan pernah salah menitipkan amanahnya kepada hamba-Nya. Lagipula
aku tak ingin tergesa-gesa. Aku harus tetap punya pendirian, bukan artinya
karena menunggu jodoh datang itu sudah lama. Setiap ada yang datang kepadaku
langsung aku terima. Nanti sudah menunggu lama, eh ketika masuk pernikahan baru
timbul banyak masalah. Aku tak ingin
memasuki gerbang pernikahan hanya karena ingin melepaskan masa lajangku dan
dianggap laku oleh semua orang. Aku tidak mau begitu, rugi dunia akhirat
hidupku kelak. Aku harus menjadi layang yang cantik luar dalam.
Angin
pantai kembali menyibak dedaunan di depan rumahku, hape berdenyit memecah sunyi. Terdengar suara lembut dari seberang.
“ Apa kabar Inga, minggu depan ada seseorang yang ingin datang berkenalan
denganmu. Dia sekarang sudah di Jakarta, baru selesai kuliah dari Jepang dan
akan balik menetap kembali di Bengkulu...” bla bla, suara seorang perempuan
baya yang aku kenal dalam suatu pengajian sekitar setahun yang lalu. Dalam hati aku berdo’a. Ya, Allah semoga
dialah Arjuna sholeh , yang kau kirimkan untukku , mengakhiri masa lajangku
menuju pernikahan yang barokah. Angin
pantai yang berhembus sore ini terasa sangat istimewa menyibak mukaku seiring
aku mengakhiri do’a dan wirid harianku , menunggu senja datang , menghabiskan
pergantian waktu.
(TeruntukBuatSeseorangYang
SangatBerkorbanMendapatkanku)
0 comment
Terima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin