Kejutan-kejutan Abi Tersayang
City tour
yang merindu.Saatnya melepaskan buncah ini pada yang terkasih. Taksi yang akan
membawa aku dan Izzah menuju Bandara Soekarna Hatta sudah bercokol manis di
depan rumah Inga Yanti. Wuih, kali ini barang bawaaan kami lumayan
banyak. Kebetulan borong nih. Aku bersalaman dengan sepupu Emak itu tadzim.
Cipika- cipiki. Jarak rumah Inga ke bandara bisa memakan waktu sekitar
satu jam dengan perjalanan normal. Santai tapi pasti.
“Tinggal dimana pak?” Tanyaku sok ramah dengan sopir, karena taksi penuh dengan
barang, terpaksa kami duduk di depan.
“Di masjid Bu!” Saya kaget dan seketika mikir.
Lelaki hampir baru paru baya ini sekonyong bercerita tentang
kehidupannya , mengalir tanpa titik. Berusaha
menjelaskan dengan suara beratnya persis suara orang yang kurang tidur
dan istirahat .Aku juga pernah mengalaminya.
“Mau gimana lagi Bu, mau ngontrak
gak mungkin, mahal. Mending uangnya dikirim untuk keluarga di kampung.
Setoran juga kian naik, hampir saya gak pernah
tidur nyenyak memikirkannya. Kalo
gak tidur di masjid ya , tidur di kantor” tatapannya nanar fokus ke depan. Saya
trenyuh dalam pikir yang melara. Kebiasaan mengajak ngobrol sopir
kalo lagi di Taksi ini memang menjadi salah satu trik agar tidak terjadi hal negatif di jalan.
Biasanya aku akan melibatkan emosi dalam percakapan ini sehingga tanpa terasa
kami sudah mencoba menjalin suatu persahabatan baru. Obrolan ringan.
Memasuki terminal bandara adalah yang selalu membuat
aku penat menunggu jadwal keberangkatan. Belum pernah aku dibuat terburu-buru
karena ditunggu pesawat. Selalu aku yang menunggu kadang sampai suntuk bin
bete. Delay oh delay! Mana semua serba mahal. Bikin bokek
saja. Sebelum masuk gate, aku memutuskan untuk membeli makanan fast
food dan secangkir kopi mix.
Afghan dengan Bukan Cinta Biasanya mengalun di
tengah antrian. Ini dering khas dari suami tercinta. Hmmm, hanya
mengecek keberadaan kami saja. Sedetik saja menyapa. Tapi di ujung telpon itu
yang tiba-tiba membuat aku tersenyum geli dan penasaran. Ah, suamiku selalu
begitu setiap kami berjauhan, senangnya membuat aku mati penasaran.
Aku duduk di
pojok, Izzah mengekor. Masih ada dua jam lagi menuju Bandara Fatmawati Bengkulu. Banyak waktu
untuk ngobrol dengan Izzah si bocah playgroup. Beberapa suap nasi
dan ayam berhasil masuk ke mulutnya. Izzah sangat menikmati makanannnya di
tengah hiruk pikuk orang yang lalu-lalang.
“Apa sih Mi yang mereka rebutkan, kok dari tadi
banyak yang lewat. Gak capek apa?” Izzah membuka obrolan kami. Dia suka
bertanya apa saja yang dilihatnya dan seperti biasa setiap pertanyaan itu
selalu berbuntut pertanyaan yang panjang dan berkelanjutan .Selalu ada saja
pertanyaan baru, setiap ada kata baru yang tidak dia mengerti. Ingin mengetahui
semua hal. Itulah anak-anak yang baru mengenal dunia, kawan.
Sesekali terdengar suara panggilan dari dalam terminal , aku bergegas merapikan
diri untuk segera masuk dalam gate jurusan Bengkulu. Lebih baik menunggu di
dalam daripada nanti tergopoh-gopoh. Sebelum masuk kami membuat kesepakatan ,
tidak ada belanja mainan dan makanan di dalam. Selain harganya yang selangit
terkadang Izzah cuma lapar mata saja.
Akhirnya kami sepakat untuk membawa beberapa buah
roti Boy ke dalam gate. Aku masih tersenyum geli dan penasaran, teringat
ucapan suami di telpon tadi. Kami bergegas. Ingin segera mengistirahatkan badan
sembari menikmati ruang ber-AC yang mulai soak. Semua barang sudah aku kirim ke
bagasi. Tiket yang murah akhirnya setelah dihitung sama mahalnya ditambah
bagasi, hehehe. Tapi lumayanlah harga tiket murah di musim liburan
adalah sesuatu keberuntungan juga yang wajib disyukuri.
Aku duduk mendekat di samping TV, suasana masih
sepi. Sepuluh menit ke depan gate mulai sesak. Tidak ada bahan bacaan ,
semua sudah masuk packing. Afghan kembali bernyanyi. Kali ini ku biarkan
sesaat sembari menikmati suara seraknya.
Cintaku bukanlah cinta
biasa//Jika kamu yang memiliki// Dan kamu yang temaniku//Seumur hidupku
Mati....., sesaat sms masuk. Kok ga diangkat, Abi
pengen ngomong dengan Izzah. Aku balik menelpon, terjadilah percakapan
Bapak dan Anak. Ya, hampir satu pekan kami meninggalkan dia. Seperti biasa
disetiap ujung masa ‘dinas luar’ kami baru merasakan saling merindu.
Hampir setiap detik menelpon dan sms. Suka lebay dan agak gombal. Hmmm,
suatu suasana yang sangat berbeda dari hari biasa.
Aku selain bekerja di sekolah juga nyambi
berbisnis pakaian. Jika ada waktu luang aku menyempatkan diri untuk belanja
langsung. Selama ini selalu ada saja kejutan yang dibuat oleh suami menyambut
kedatanganku. Namun kali ini sepertinya akan sedikit berbeda, aku mulai
menebak.
“Mi kata Abi ada kejutan untuk kita! Apa ya Mi?
Izzah pengen tau.”
Aku menggeleng. “Abi beliin kita apa ya Mi?” Aku
mengangkat bahu sambil monyong. Menggeleng lagi.
Suamiku adalah seorang anak bungsu dari keluarga
yang lumayan mapan dan biasa hidup enak. Pertama kali ke Bengkulu adalah saat
menikah denganku. Kalian tahu apa isi tas bawannya waktu itu? Penuh dengan alat
olahraga. Sempat dia bawa bola Takraw, raket Bulutangkis dan sepatu Bola.
Ada-ada saja , bawa baju cuma lima stel. Di dalam tasnya juga terdapat mayonise
dan sabun cair. Dua barang itu juga gak pernah lepas dari suamiku. Aku
geli sekali ketika mengetahui semua itu. Memang Bengkulu kota kecil tapi gak
gitu juga kale, kayak gak ada yang jual aja,hehehe.
Sepekan setelah menikah ,untuk pertama kali aku membiarkan dia berkeliling menyusuri
seluk beluk kota. Aku yakin gak bakal nyasar kalo nyasar juga
pasti bisa ketemu. Ternyata iya, hanya dalam tempo satu hari dia sudah
mengelilingi Pantai Panjang, mendatangi rumah kediaman Bung Karno , duduk
santai di Benteng Malborough sambil memandangi Pantai Tapak Paderi. Menjelang
sore dia baru pulang dari jam sembilan pagi tadi. Usai mengunjungi Danau Dendam
Tak Sudah katanya. Tuh, kan benar kataku gak bakal nyasar.
Kini enam tahun sudah kami menikah. Itulah suamiku gak pernah mengeluh soal masakanku apa saja
dimakan asal bukan sayur Terong. Apa saja dinikmati apalagi cemilan segar di
setiap pagi. Suami yang tak malu membantuku menjemur pakaian.Suami yang tak segan
membantuku mengurusi Izzah, bahkan mencebokinya.Suami yang suka bertingkah
kocak demi melihat aku dan Izzah tertawa terpingkal-pingkal. Sampai sakit perut
kami dibuatnya. Suami yang selalu membawa pulang jatah nasi bungkus dari
kantor. Kami suka makan bersama-sama
sambil berebutan. Seru sekali. Aaah, jadi rindu nasi bungkus bawaan Abi, nih!
Penerbangan delay! Aku melirik sms yang baru
masuk. Dari suami. Hanya memastikan jadwalku landing. Kami menunggu
sambil makan nasi jatah delay.
Ucapan suamiku tadi di beranda bandara masih
terngiang. Ada kejutan apa nih. Aku selalu tidak pernah benar menebak kejutan yang
diberikan suami. Selalu berbeda dan unik. Awalnya suami pasti bilang ada yang
istimewa Abi siapkan untuk Umi di rumah.
Pernah waktu
itu aku dan Izzah disambut dengan Es Krim dan buah Anggur. Sekali waktu aku disodori
Nasi Goreng. Sewaktu pulang dari Padang kami diajak belanja ke mall
untuk belanja, boleh pilih aja apa yang kami mau.Waktu pulang dari
menemani siswa lomba di Jakarta dia menyiapkan kipas baru dan dekorasi baru di
kamar. Banyak lagi deh, maklum aku suka pergi keluar kota kadang juga
ditemani Izzah. Ada-ada saja kejutan suamiku.
Sangat berbeda kalau dia yang berpergian. Dia selalu
nelpon dulu kalau mau beli oleh-oleh. Gak ada kejutan.
Aku masih tersenyum geli dan penasaran
Pesawat
take off, perjalanan lancar. Gak menunggu lama kami sudah tiba di
rumah. Kangen juga nih dengan suasana rumah meski sederhana namun
kami nyaman tinggal di sini. Surga dunia. Aku
segera memperhatikan sekeliling rumah. Pertama kali aku buka kulkas,
tidak ada yang spesial. Masuk kamar juga tidak ada yang baru, masih seperti
saat terakhir aku meninggalkannya. Aku kian penasaran, apa ya yang sudah
dipersiapkan suamiku.
Ucapan dia tadi berkelebat.”Abi berharap Umi ama Izzah
suka deh dengan apa yang Abi persiapkan.Ini obat kangen Abi
dengan kalian berdua.”
Twet..twet aku kian penasaran. Suami tahu
aku berusaha mencari sesuatu. Dia cuma senyum tipis.
“Izzah!
kita nonton yuk....” panggil suamiku. Masih tersenyum geli. “apa sih Bi kejutan
untuk kami, jadi penasaran euy”
Aku memilih istirahat di kamar, belum ada
tanda-tanda dari suami.Tiba-tiba Izzah teriak, “Mi ada film baru nih,
bagus banget.Umi ke sini dulu!”
Oh, alah ini toh kejutan dari
suamiku. Dia menghadiahkan kami TV Kabel. Alasannya karena rindu dengan Izzah,
dengan Emaknya Izzah gak nih,huhuhu.
Kalau liat Baby
TV serasa ada Izzah di sini.Tiap malam dia
buka, musik pengantar anak tidur yang menemani dia terlelap. Rasa bosan
menunggu kepulangan kami sedikit
terobati dengan menonton ini.
“Abi sayang
Umi dan Izzah”.
Aku kembali terharu. Sedih karena ternyata suami
sangat tersiksa saat kami tinggalkan. Aku meminta ma’af kepada suami dengan tulus.
Kami akhirnya membuat kesepakatan kalau aku akan
belanja lagi nanti waktunya tidak boleh lebih dari empat hari, jadi harus efektif
dan efisien. Tidak boleh meninggalkan suami terlalu lama begitu juga dengan
suami ketika dia akan melakukan dinas luar jika waktunya lebih dari satu
minggu, kami diijinkan untuk menyusul. Jika jadwalnya bertepatan dengan waktu
libur kami diperbolehkan untuk ikut. Kami sangat senang menjalani kesepakatan
ini, merencanakan waktu untuk liburan dan mudik bersama yang lebih terprogram.
Kali ini aku kalah lagi menebak, ternyata begitu
banyak kejutan yang diberikan suami untuk kami tanpa pernah bisa aku berpikir
itu apa. Aku memang tak banyak meminta kepada suami tapi cukuplah aku bersyukur
dengan apa yang telah ia berikan untuku. Suamiku yang paling istimewa
sedunia....tapi namanya bukan Udin sedunia loh! (TeruntukSuamiSayang2013)
######