1. Naskah Nusantara dan Pedagang Barat
Pengumpulan
naskah Nusantara dilakukan oleh para pedagang Eropa dengan cara membeli dari
perseorangan atau dari kuil dan pesantren. Orang Eropa yng bergerak dalam
bidang perdagangan naskah adalah Pieter
Willemsz atau Peter Floris. Selain itu, tahun 1604 pengusaha naskah Van Elbinck pernah tinggal di Aceh,
menjual kumpulan naskahnya kepada Thomas Erpenuius dari Leiden (1584-1624). Tahun 1632 kumpulan naskah tersebut jatuh ke
perpustakaan Universitas Oxford. Pengusaha naskah yang lain adalah Edward
Pococke pemilik naskah tertua Hikayat Sri Rama, William Laud seorang Uskup
Canterbury menghadiahkan koleksi naskah Nusantara kepada Bodleeian di Oxford. Frederick
de Houtman menulis telaah filologi berjudul Spraek en de Woordenboeck, in
de Maleysche en de Madagaskarsche Talen. Pada zaman VOC, upaya mempelajari
bahasa Nusantara hampir terbatas pada
bahasa Melayu, karena dengan bahasa melayu dapat berhubungan dengan bangsa
pribumi dan bangsa asing yang ada di Nusantara.
2. Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil
a)
Pada tahun 1629 diterbitkan terjemahan Alkitab
pertama dalam bahasa Melayu oleh a) Albert
Cornelisz Ruyl, berjudul Het Nieuwe
Testament in Nederduyts ende Malays, na de Grieckscher waarheyt Overgeset-Jang
Testamentum Baru Bersalin kepada Bassa Hulanda dan bassa Malaju, seperti jang
Adillan Bassa Gregu, penerbit Jan
Jacobsz, Palenstein.
b) Dr. Melchior Leijdecker
(1645-1701) dengan terjemahan Beibel dalam bahasa Melayu. Karyanya dilanjutkan Petrus van den Vorm (1664-1731)
c)
Tahun 1726 pendeta Francois Valentijn menulis ensiklopedi Oud en Nieuw Oost Indien, Vervattende een Naukkenige en Uitvoerige
Verhadelinge van Nederlandse Mogentheyd in die Gewesten.
d) G.H. Werndly tulisannya berjudul Maleische Spraakkunst dilampiri 69
naskah. Penginjil berikutnya adalah Zending, Bijbelgenootschap, dan G. Bruckner
ke Indonesia 1814. G. Bruckner menerbitkan kamus dengan judul Een Klein Woordenboek der Hollandsche,
Engelsche en avaaansche Talen. NBG (Nederlandshe
Bejbelgenootschaap) sanggup menerbitkan karya G. Bruckner.
e) Tahun
1824 J.V.C. Gericke dikirim NBG
mengajarkan bahasa Jawa kepada pegawai Belanda. NBG mengirim untuk mendalami
bahasa-bahasa daerah, yaitu A. Hardeland
(bahasa Dayak), H.N. Van Der Tuuk
(bahasa Bal), B.F. Matthes (bahasa
Bugis dan Makasar), G.J. Grashuis, D.
Koorders, S. Coolsma (bahasa Sunda), dan L.E. Denninger (bahasa Nias). N.
Adriani dan Kruijt menelaah sastra lisan Toraja.
3. Kegiatan Filologi terhadap Naskah
Nusantara
Dengan
dikirimnya para penginjil untuk studi filologi oleh NBG ke Indonesia, mendorong
tumbuhnya kegiatan penelitian naskah dari berbagai daerah Nusantara. Calon
pegawai sipil yang akan dikirim ke Indonesia perlu dibekali pengetahuan
termasuk bidang bahasa. Program tersebut diadakan di Koninklijke Militaire Acagemie (KMA) di Breda dimulai tahun 1836
dan di Delft tahun 1842. Di Breda diangkat Taco
Roorda sebagai guru besar dalam bahasa Melayu, dan di Delft diangkat Roorda
van Eysinga, akhirnya program tersebut dipindahkan ke Fakultas sastra
Universitas Leiden. Selain
dari Belanda ada pula filolog dari Inggris, yaitu John Leyden, J. Logan, W.
Marsden, Thomas Stamford Raflfles, R.j. Wilkinson, R.O. Winstedt, J. Crafurd,
dan Shllebear. Sedangkan dari Jerman:
Hans Overbeck.
Telaah terhadap naskah
Nusantara biasanya berupa Penyuntingan dan/atau penganalisian isinya. Hasil
suntingan masih dalam huruf aslinya, yaitu huruf Jawa, pegon atau huruf Jawi. Contoh: Ramayana Kakawin oleh H. Kern
(1800), Syair Bidasari oleh Van Hoevell (1843), Geschiedenis van Sri Rama oleh Roorda
van Eysinga (1843), Een Javaansche
Gesschrift uit de 16 de Eeuw oleh J.G.H.
Gunning. Suntingan taraf awal ini pada umumnya menggunakan metode intuitif
atau diplomatik.
Dalam
perkembangan, naskah
disunting dalam bentuk transliterasi ke
dalam bahasa Latin, contoh: Wrettasantjaja
(1849), Ardjoena Wiwaha (1850), Bomakawya (1850) ketiganya berbahasa
Jawa Kuna oleh R. Th. A. Friederich, Brata Joeda (1850) oleh Cohen Stuart, Mahabarata dengan judul Adiparwa oleh H.H. Juynbol.
Berikut adalah contoh diambil
bait pembukaan Kakawin Arjunawiwāha:
Teks Jawa Kuna dalam metrum Śardūlawikrīḍita
|
Terjemahan
|
Ambĕk sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakêng
śūnyatā,
|
Batin sang tahu Hakikat
Tertinggi telah mengatasi segalanya karena menghayati Kehampaan,
|
Tan sangkêng wiṣaya prayojñananira lwir
sanggrahêng lokika,
|
Bukanlah terdorong nafsu indria
tujuannya, seolah-olah saja menyambut yang duniawi,
|
Siddhāning yaśawīrya donira
sukhāning rāt kininkinira,
|
Sempurnanya jasa dan kebajikan
tujuannya. Kebahagiaan alam semesta diperihatinkannya.
|
santoṣâhĕlĕtan kĕlir sira sakêng
sang hyang Jagatkāraṇa.
|
Damai bahagia, selagi tersekat
layar pewayangan dia dari Sang Penjadi Dunia.
|
Mulai
abad ke-20 penyuntingan naskah disertai dengan terjemahan bahasa Inggris dan
Belanda, seperti Sejarah Melayu oleh Leyden (1921), The Malay Annals oleh C.C.
Brown (1952), Hikayat Hang Tuah
oleh H. Overbeck (1922).
Telaah
yang lebih mantap dengan metode kritik
teks dilakukan abad ke-20, contoh: Het
Boek der Duizend Vragen oleh G.F.
Pijper (1924), Shair Ken Tambuhan
oleh A. Teeuw (1966), Hikayat Merong Mahawangsa oleh Siti Hawa Saleh (1970) dll. (halaman
2.26). Pada abad ke-20 juga dilakukan terbitan ulang
terhadap suntingan sebelumnya untuk penyempurnaan, misalnya dilakukan oleh Gunning (1881) dll. (halam 2.26--2.27). Selain itu, diterbitkan naskah keagamaan
disebut sastra kitab, contoh: Kajian
Naguib al-Attas terhadap karya Hamzah
Fansuri. Ditemukan pula naskah a-nonim yang dikumpulkan A. Jones dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris diberi judul Malay
Misticism (1957). Naskah
sejarah, misalnya Teuku Iskandar
karyanya De Hikayat Aceh (1959)
berdasarkan Hikayat Aceh dll.
(halaman 2.27).
Selain
menerbitkan suntingan naskah, kegiatan filologi lainnya adalah menelaah
naskah/teks ditinjau dari disiplin ilmu, misalnya C.A.O van Niuwehuijze dengan telaah berjudul Samsudin van Pasai (1945) dll. ( lihat halaman 2.28).
Pada
periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis
ilmu sastra Barat, contoh (lihat
halaman
2.29).
Pada
dekade beikutnya penelitian dilakukan dengan menggunakan intertekstual atau
resepsi Contoh: .... (lihat
halaman
2.29). Dengan diketahuinya naskah Nusantara dan tersedia teks suntingannya,
kemungkinan menyusun sejarah sastra Nusantara makin terbuka dan sejak tahun
1940 terbitlah buku sejarah sastra, contoh: A
History of Malay Literature oleh Winstedt
(1940) dll. (halaman 2.30)
1 comment
assalamualaikum.. beberapa artikel yang Bu Milda ini membantu saya mengerjakan tugas yang diberikan Dosen saya pada matakuliah Filologi. sangat senang sekali kl bisa berkenalan dan berbincang untuk transfer ilmu.. Terimakasih
BalasHapusTerima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin