Aneka
Edisi Teks Nusantara dan Kajiannya
Edisi
Naskah Jamak dan Kajiannya
A. Hikayat Banjar (Naskah Melayu)
Hikayat Banjar termasuk
naskah sejarah, diteliti oleh Johanas Jacobus Ras, judul: Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiografi, diterbitkan di
Belanda oleh Martinus Nijhhoff, 1968. Isi:
1)
Pendahuluan:
Ada anggapan bahwa sastra sejarah atau kronik Melayu itu remeh. Dituls tentang
kronik Melayu dari banjarmasin, Kalimantan, disajikan dalam sebuah edisi teks
dan terjemahan. Edisi teks tersebut sangat berguna dalam pengkajiansejarah
kebudayaan Nusantara. Namun kalau digunakan untuk penulisan sejarah Melayu
kurang penting.
2)
Bab
pertama: terdiri atas 5 bagian, Bagian 1 memperkenalkan
penerbitan-penerbitan awal tentang daerah Banjar, yang disebutkan: J. Hageman
yang menulis: Constribution to History of Borneo, 1857; A. Van der Ven menulis: Notes on the Realm of
Banjermasin, 1860. Bagian ini membahas pula: naskah-naskah yang akan dibahas,
pemakaian bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Melayu yang ragamnya tidak sama
dengan bahasa melayu standar, pemakainnya tidak tunduk kepada Melayu
Riau-Johor. Bahasa percakapan daerah Banjar banyak digunakan karena naskah
ditulis di Kalimantan Tenggara. Topik lain yang disoroti, yakni tradisi
penulisan sejarah Melayu yang banyak berbaur dengan mitos.
Penulis
menggolongkan cerita menjadi dua, yaitu resensi I dan II. Kedua resensi itu
dibuat ringkasannya dan masing-masing terdiri atas 12 Episode. Kedua resensi
berjalan sejajar, hanya pada bagian tertentu yang panjang pendeknya cerita
berbeda, misalnya Sejarah Kerajaan
Kalimantan Barat dibagi atas 4 zaman, sedang dalam resnsi II hanya terdiri atas
2 zaman.
Sedangkan
persamaannya: (1) berdasar mitos Melayu tentang asal-usul putri yang muncul
dari buih. Kemunculan Putri Junjung Buih dilihat dari 5 cerita: Silsilah Kutai, Cerita sukadana, Sejarah
Melayu, Hikayat Merong Mahawangsa, Hikayat aceh. (2) Berdasarkan mitos
Melayu tentang asal-usul dan cerita Rama Melayu. (3) Dilihat dari antara
Hikayat Banjar dan Sejarah Melayu dengan munculnya putri yang berasal dari buih,
pendiri kerajaan, tokoh Mangkubumi, Putra
Raja dari Cina, Raja Iskandar Zulkarnain, Nabi Khidir, Raja Keling, dan Raja Bawah Laut. (4) Persamaan dilihat
dari cerita Ampu Jatmika dan Kisah Raja Awab dalam Serat Kanda. Dari cerita itu ditemukan
persamaan tentang Cerita Maharaja Awab
dan Cerita Panji serta cerita dinasti
Kerajaan Jawa.
Kritikan
Ras: Teks resensi I ada perbedaan penggunaan perbendaraan kata dan gaya bahasa
antara bagian awal dan bagian akhir. Bahasa pada separuh bagian awal digunakan
bahasa Melayu Klasik dan ada beberapa kata ganti kata Jawa. Jadi disimpulkan
bahwa resensi I ditulis sekurang-kurangnya dua orang bekerja pada zaman
berbeda. Ditemukan perubahan yang lain, yaitu dengan penggunaan kata-kata Arab.
Hal ini membuktikan pengarang pertama termasuk pada zaman Islam.
Bagian
akhir ditemukan cerita sambungan yang berhubungan dengan raja-raja berikutnya.
Ada bagian yang hilang, yaitu ketika menceritakan pembuangan Sultan Hidayatullah ke Mataram dan digantikan
oleh Sultan Mustainullah.
B. Babad Bulelelng (Naskah Bali)
Naskah
ini diteliti oleh PJ Worsley dari Australia, berjudul Babad Buleleng, 1972, diterbitkan di Belanda oleh Martinus Nijhoff.
Isinya tentang sejarah tokoh dan peristiwa sejarah dari daerah Bali. Karya ini
anonim oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan objektif, yaitu sebuah
kajian sastra dengan anlisis bentuk, tema, dan fungsi, serta penokohan. Yang
diteliti 4 buku Babad Buleleng yang terdapat di Perpustakaan Fakultas Udayana,
Gedong Kirtya, Bali, dan Perpustakaan Leiden, Belanda.
Bagian
pertama terdiri atas 22 episode, diceritakan bahwa nenek leluhur Panji Sakti
adalah seorang imigran dari Maosapahit (Majapahit). Dilihat dari bentuknya,
terdiri atas dua unsur, yaitu bagian genealogi dan bagian naratif. Bagian
genealogi menceritakan asal-usul keturunan Panji sakti dengan dua garis
keturunan, mulai dari Dang Hyang
Kapakisan dan garis klan Jlantik
sampai dengan Panji Sakti. Naratifnya
berisi terjadinya perang saudara antara Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dan Ki
Gusti Ngurah Jlantik dalam perebutan Kerajaan Den Bukit yang dilakukan raja
Karangasem. Tema cerita tentang suksesi kerajaan itu, yaitu 1) Legitimasi
keluarga sebagai pendiri Kerajaan Panji Sakti, 2) Ketidaksahan Raja Karangasem
di Den Bukit, 3) Legitimasi Kerajaan Belanda setelag Den Bukit. Tokoh sentral
adalah Panji Sakti, tokoh lain Si Luh
Pasek Panji, Ki Pungakan Gendis, Dampu Awang (musuh Panji Sakti). Penyususn
Babad Buleleng diduga mengambil dari Babad
Blah Batu. Ke-4 naskah yang diteliti termasuk satu versi dengan varian yang
berbeda. Dari ke-4 naskah dipilih satu naskah yang ditansliterasi, sedangkan
tiga yang lainnya sebagai bandingan.
C. Serat Cabolek (Naskah Jawa)
Diteliti
oleh S. Soebardi, judul The Book of
Cabolek, diterbitkan di Belanda oleh Martinus Nijhoff, 1975. Metode yang
digunakan gabungan. Penelitiannya dibagi dalam 4 bagian, yaitu 1) pengantar
teks dan transliterasi serta terjemahan
ke dalam bahasa Inggris 2) bagian kedua masalah pernaskahan, 3) memperkenalkan
pengarang dan karya-karyanya, misalnya Yasadipura I dikenal dari sumber luar
menyusun Babad Gayanti, Babad Prayut,
Pesinden Badaya, dan Serat Cabolek. 4) makna (significance) Serat Cabolek
dan makna cerita Dewi Ruci.
Naskah
berisi cerita mencapai 11 naskah dan 1 cerita terbitan, disimpan di
Perpustakaan Nasional Jakarta 7 naskah, sisanya 4 naskah di Leiden.
Dalam
serat Cabolek, Haji Mutamakin menggambarkan ajaran mistik tentang ilmu tarekat.
Selain itu, Haji Ahmad Mutakamin dijelaskan melalui tokoh Ketib Anom sebagai
orang yang melanggar syariah, seorang mistis yang tidak mempunyai kepribadian,
tidak berpengathuan agama, dan tidak berwibawa. Ajaran tersebut merupakan
tiruan ajaran sebelumnya, yaitu ajaran Seikh Siti Jenar, Sunan Panggung, Ki
Bebeluk, Haji Akhmad Mutamakin, dan Seikh Among Raga, tokoh-tokohnya dilukiskan
dalam Serat Centini.
Cerita
Dewi Ruci dalam sastra Jawa merupakan
cerita dari era pra-Islam yang berasal dari Mahabarata. Tokoh Bima dalam cerita ini lebih penting
daripada Arjuna.
D. Syair-syair Hamzah Fansuri (Naskah
Melayu)
Penelitian
syair-syair Hamzah Fansuri yang berjudul The
Poems of Hamzah Fansuri dilakukan oleh G.W.J. Drewes dan L.F. Brakel,
diterbitkan di Belanda oleh Foris Publication, 1986. Drewes dan Brakel membagi
hasil penelitiannya menjadi 8 bab. Dalam Pengantar
dibicarakan 7 topik, yaitu 1) Riwayat hidup Hamzah Fansuri, 2) Hamzah Fansuri meniru
bentuk ghazal dari Persia yang pada
bagian akhir menyebut nama samaran (takhallus) 3 nama berbeda, yakni 15 kali
Hamzah, 15 kali dengan Hamzah Fansuri, dan 2 kali dengan nama Hamzah Shahrnawi, 3) Hamzah dalam
mencari Tuhan sampai tanah Bagdad, Mekkah, dan Shahr-i, dan Yerusalem, dengan
bukti dalam Sejarah Banten yang mengatakan bahwa raja Banten mengirim 3 buku ke
Mekkah dan salah satu buku berjudul Muntahi
karya Hamzah Fansuri, 4) Hamzah Fansuri menulis 32 syair dan 3 prosa, yaitu Asrar al-arifin, Sharab al-ashiqin, dan al-Muntahi. 5) Hamzah Fansuri menguasai selain bahasa
Arab, juga menguasai bahasa Persia, 6) Raniri mencela ajaran Hamzah Fansuri
dalam Muntahi yang berjudul Tibyan fi
Ma’rifat al-adyan. Ajaran Hamzah tentang wujudiah bid’ah. 7) Ada 3 karya
Hamzah anonim, yaitu Syair Perahu, Bahr
al-nisa, dan Syair Dagang.
Bab 2,
berisi tentang pernaskahan. Drewes membicarakan 5 topik, Pertama: Syair-syairnya ditulis dalam 7 naskah, 4 naskah di Leiden,
2 naskah di Jakrta, dan 1 naskah dalam bentuk faksimile yang dibuat A. Hasjmy,
1976. Di antara naskah itu naskah tertua adalah B, 1704, kemudian naskah C,
1851, Naskah terbaik naskah A, Naskah kurang baik karena banyak kesalahan
naskah C, Naskah D tidak disebutkan nama pengarang dan memuat 3 teks: Syair Dagang, Syair Perahu, dan Hikayat Bakhtiar. Naskah B memuat Syarab al-Ashiqin. Kedua: Syair Hamzah Fansuri disimpan di Jakarta. Syair ini dikenal
di Banten pada abad 17 berjudul Muntahi dan dikenal juga di Makasar sebagai
Syair Perang Mangkasar. Ketiga: Beberapa
syair Hamzah merupakan versi menyimpang, Keempat:
Sehubungan dengan tulisan Shamsuddin dan Raniri, Van Neuwenhuijze dan Voorhoeve
menemukan kutipan Hamzah Fansuri. Kelima: Drewes membuat tabel perbedaan atau
variasi dari syair Hamzah berdasar teks yang disunting Doorenbos.
Bab 3,
terbagi dalam 6 bagian, berisi antara lain syair Hamzah berjumlah 32 nomor
panjangnya tidak sejajar. Shamsuddin menyebutnya dengan Ruba’i Hamzah Fansuri,
memakai syair Melayu dengan rima aaaa, bukan aabb. Di Aceh beberapa syairnya dijadikan nyanyian disebut seulawenet yang
populer disebut daboih, dalam bahasa Arab disebut dabbus.
Bab 4,
menjelaskan kata yang digunakan, seperti etimologi dan sumber kata atau
kalimat.
Bab 5,
berisi ulasan atas karya Hamzah,
dan
Bab 6, tentang naskah dan edisi
teks. Bab 7, dan Bab 8 menyajikan transliterasi naskah
Jawa, yaitu Muntahi yang isinya bukan hanya Muntahi melainkan teks Ibn
al-Arabi, Fusus al-Hikam.
E. Kakawin Gajah Mada ( Naskah Jawa
dan Bali)
Penelitian
dilakukan oleh Partini Sarjono Prakoso, berjudul Kakawin Gajah Mada (KGM), Bandung: 1986.
Bab I
diuraikan bahwa kakawin adalah bentuk sastra yang populer dan isinya beragam;
puisi ini dikenal di Jawa dan Bali; kakawin dapat bertahan selama 6 abad.
Bab 2
terdiri atas 4 butir, pertama: menguraikan mitos Gajah Mada. Kedua: seluruh naskah memuat 730
halaman dalam 76 pupuh. Pola wrtta matra KGM menunjukkan wisama wrtta wisama dan wisama
matra (abcd). Ketiga: bahasa
yang digunakan Jawa Kuno. Keempat:
berisi asal-usul, penanggalan, dan penyair naskah KGM. Di Bali terkenal sebab
kegiatan penyalinan berlangsung sampai abad 20.
Bab3 membahas
susunan KGM, analisis struktur. Akhirnya Gajah Mada adalah tokoh sejarah dan
sifat epik kakawin masih dipertahankan dan protagonisnya tetap the epic divine hero.
Bab 4:
mengkaji citra Gajah Mada dalam sastra daerah lain, Partini hanya memberikan
contoh 5 cerita, misalnya Cerita Negara Kertagama, Pararaton, Kidung Sunda,
Carita Banjar dan Raja Kota Waringin, dan Hikayat Hang Tuah.
Bab 5
berisi kesimpulan umum dan Bab 6 adalah edisi teks, berupa pengantar teks,
transliterasi, dan terjemahan KGM.
F. Siwaratrikalpa (Naskah Bali)
Siwaratrikalpa of Mpu Tanakun
diterbitkan di Belanda oleh Martinus Nijhoff, 1969, dikerjakan tim terdiri: A.
Teeuw, S.O. Robson, Th. P. Galestin dan P.J. Worsley. Bab 1 berisi 17 topik
pembicaraan, dikelompokkan menjadi 7 bagian: Pertama: Siwaratrikalpa,
dalam sastra Jawa kuno termasuk kakawin. Kedua:
Berisi ringkasan cerita: Kerajaan Girindra dipimpin oleh Raja Suraprabhawa. Di
pegunungan itu hidup seorang pemburu bernama Lubdhaka. Lubdhaka meninggal dan
ketika mau naik surga ditangkap Ganas atas perintah Siwa. Lubdhaka agar
dimasukkan neraka karena dalam hidupnya hanya membunuh binatang. Namun ditolong
oleh Yama penjaga surga dan neraka, akhirnya Lubdhaka bisa masuk surga. Ketiga: Mpu Tanakung tercatat sebagai
pengarang Siwaratrikalpa yang dinyatakan bagian akhir kakawin ini. Tanakung
berarti ‘lepas dari cinta’ Selain Tanakung ada penyair Jawa Kuno lain, yaitu
Tantular dengan karyanya: Sutasoma dan Arjunawiwaha yang hidup abad 14 dan
Nirarta mengarang: Nagarakartagama dan Prapanca. Keempat: dibicarakan tentang pernaskahan: penanggalan, penggunaan
bahasa, aspek puitis, matra dan manggala, serta naskah dan teks.
Kelima ? Siwaratrikalpa
ditulis dalam bahasa Jawa Kuna pada masa Hindu Jawa.
Siwaratrikalpa
terdiri atas 39 pupuh dengan 20 macam matra di antaranya Wasantatilaka dan Sragdhara masing-masing 2, Aswalalita 4, Sardulawikridita
5, Jagadhita 7 pupuh. Siwaratrikalpa terdiri 3 unsur: 1)
pembacaan doa dewata, 2) pemujaan pada raja, 3) kerendahan hati sang penyair.
Karya Siwaratrikalpa bertema pemujaan pada Siwa. Keenam: diuraikan Siwaratrikalpa India. Ketujuh: berisi upacara pada malam Siwaratrikalpa. Pada bagian ini
dideskripsikan bahwa tokoh Lubdhaka tidak memperhatikan norma hulkum moral dan
agama, ia hanya suka berburu. Semua peristiwa menggambarkan bahwa Lubdhaka
tidak setia kepada Siwaratri.
Bab2 membicarakan
penelitian India tentang kakawin dengan perbandingan antara Siwaratrikalpa
dengan Padmapurana. Kedua karya tersebut banyak kesamaannya. Keduanya merupakan
karya didaktik.
Bab 3
berisi sebuah ider-ider Bali milik Royal Tropical Institute. Ider-ider Bali adalah sebuah kain tenunan dari katun yang
panjangnya 28 cm. 2) Ilustrasi tentang cerita Lubdhaka yang ada dalam lukisan
yang dibuat Bagoes Gelgel, 3) Ilustrasi ang ada dala sebuah lukisan Bali menjadi milik Royal Tropical Institute, Leiden.
Ilustrasi terdiri atas 20 adegan .4) Ilustrasi
dari lukisan Bali koleksi Th. A. Resink, dibuat 1933 di Puri Gede Saren,
Krambitan, Tabanan. Keempat ilustrasi direproduksi dan dilampirkan pada bagian
akhir buku.
0 comment
Terima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin