Ketika
Cinta Tak Lagi Indah, Saatnya Menelusuri Jejak Yang Terlupa
Milda
Ini
Ruang
tunggu bandara Adi Sucipto seolah menjadi sempit. Hmmm, terasa lenggang karena hampir setiap jadwal
penerbangan tidak ada yang delay, I love
it . Tapi entah jadwal keberangkatanku kelak, kita liat saja nanti ya. Hampir
semua ruang sudah aku datangi meski cuma cuci mata. Harga Barang-barang di
bandara jauh lebih mahal, aku jarang sekali belanja kecuali kepepet. Oleh-oleh untuk anak dan suami
sudah aku borong dua hari lalu di
Malioboro .
Waktu
hanya kuhabiskan setengah jam masih ada sisa sembilan puluh menit lagi. Aku
sengaja menunggu daripada terlambat. Bakpia Phatok saja hampir tertinggal di
mobil. Masih lama Lion Air datang.
Kakiku sudah berdenyut minta duduk. Aku mencari tempat yang nyaman di dekat TV.
Mau online saja ah, gumamku. Sejenak terlihat batere
lowbath. Batal deh.Aku beralih ke
hape, setelah update status dan mengunjungi
beberapa lapak teman.
Masih
juga bosan dan serasa sepi. Aku berhenti sejenak, celingak-celinguk melihat
petugas bandara. Tak ada yang menyapaku, semua serasa semakin asing dan
membosankan. Oh,iya aku punya buku yang belum dibaca. Kemarin dapat doorprize di acara kepenulisan di Wisma
Eden , Kaliurang. Buku biru itu aku pandangi, mencari sudut yang menarik ada
senyum Asma Nadia di sana, manis menyapaku. Jilbab pink dan stelan baju biru
kotak-kotak dengan campuran sedikit corak pink, kuning dan hijau. Membuat
senyumnya semakin manis semanis coklat Silverqueen
kesukaanku. Waduh, jadi kepengen makan coklat nih.
Aku
membaca sebuah tulisan di kover depan ‘ Ketika Cinta Tak Lagi Indah, Saatnya
Menelusuri Jejak Yang Terlupa’. Kalimat yang indah, namun aku agak penasaran
maksudnya apa ya? Penasaran, aku membuka halaman perhalaman mencari tahu.
Semakin membaca seakan aku semakin merasa bahwa itu adalah aku yang sedang membaca
tentang diriku sendiri. Aku mengharu .Sungguh lihai Asma Nadia mengolah kata,
mengurai makna dengan penuh sopan santun. Sejalan lurus dengan fitrahnya
sebagai perempuan yang dihadiahkan Allah sifat lemah lembut penuh kasih sayang.
Sejenak
aku membalik buku biru itu, kebiasaanku kalau membaca selalu dimulai dari
belakang. Aku meluncur ke baris endorsement.
Membaca biodata kontributornya siapa
tahu ada yang kenal,hehehe.
Adalah
dia Asma Nadia saudaranya Helvi Tiana Rosa. Membaca setiap karyanya mampu
membuatku seolah sedang bersenda gurau bersamanya. Padahal belum pernah bertemu
langsung loh, namun serasa dia berada
duduk manis di sebelahku. Ah, sosok Asma Nadia memang telah mengisi hampir
sebagian dari nadi impianku terutama untuk menulis dan bersyukur menjadi
perempuan. Bagaimana tidak melalui tulisannya telah banyak orang yang merasakan
manfaatnya. Banyak para ibu yang berubah prilaku dan tutur katanya dengan
keluarga dan sesama setelah membaca tulisan beliau. Sebut saja tulisan seri catatan
hati, seri La Tahzan dan banyak judul lainnya. Begitu banyak yang terinspirasi
termasuk aku yang sangat menyukai tulisan dakwahnya.
Seorang
Asma Nadia yang dulunya penyakitan dan divonis oleh dokter sakit jantung,
paru-paru dan gegar otak ini. Mampu bangkit berkat perilaku maminya yang sering
membelikan beliau buku. Walau untuk itu terkadang si Mami bisa menunda makan
siang. Tinggal dan hidup di lingkungan rel kereta api, tidak membuat Asma Nadia
miskin untuk berkarya.Hal ini sangat menjadi pelajaran berharga bagiku .Asma
Nadia banyak berkarya lewat keterbatasannya. Asma Nadia juga menginspirasiku
untuk menulis . Sejalan dengan misi beliau yaitu untuk menciptakan kader
penulis terutama ibu rumah tangga. Hal ini menjadi semangatku juga. Meski
dalam keadaan sibuk aku sempatkan untuk
menulis dan menulis.
Dari
43 Novel yang udah ditulisnya ada yang sudah difilmkan , buku yang berjudul
Emak Ingin Naik Haji salah satunya sudah difilmkan, membuatku menangis seharian setelah menontonnya. Aku
semakin tadzim dengan orang tuaku
yang cuma tinggal Emakku. Aku semakin sayang Emak. Alhamdulillah, film itu juga banyak mendapatkan banyak penghargaan.
Semoga Film Rumah Tanpa Jendela juga mendapatkan kesempatan yang sama.Dulu aku
juga suka menghabiskan serial Aisyah, duh
jadi pengen baca lagi. Meski berulang tak pernah bosan, sekarang buku
tersebut aku teruskan kepada anakku.
Banyak
yang menarik dari sosok Asma Nadia, ternyata dia juga pandai bernyanyi.Pantasan
saja tulisannya jadi indah karena ada unsur seni di dalamnya. Darah seni juga
mengalir pada wanita memiliki segudang prestasi menulis itu. Aku juga suka
menyanyi dan Asma Nadia mampu membiusku lewat lirik lagu yang dia ciptakan.
Lagu Bestari dan Snada menjadi sahabat akrabku dalam hiruk pikuk kesibukanku. Mengalun
mengisi ruang bosanku yang pitam. Lagu-lagu itu menguras lelahku berganti
ceria.
Membaca
buku Asma Nadia ini, tak terasa waktu bergulir habis menuju penerbanganku. Namun
jangan kuatir aku akan melanjutkannya ketika menunggu di Soekarno Hatta nanti.
Seperti biasa terminal bandara ini penuh
sesak. Jadilah aku sementara seorang ‘gembel
bandara’ diantara penumpang yang lain. Susahnya
mendapatkan tempat duduk, apalagi kenyamanan. Bagaimana tidak dalam satu gate ini ada tiga penerbangan yang di delay....Kebayang gak , penuh sesaknya.Waktu bergeser sedikit seiring dengan
berkurangnya penumpang menuju Pekan Baru dan Medan. Masih ada enampuluh menit
lagi melayang ke bandara Fatmawati. Buku Asma Nadia menyembul keluar minta
dibaca.
Oh,iya
aku belum selesai tadi. Kulanjutkan mencari makna. Tak terasa waktu beranjak
pergi. Idih, ada orang India duduk di
sebelahku. Suaranya yang tak ku mengerti membuat konsentrasiku sedikit buyar. Asyik
mereka ngobol tanpa menghiraukanku yang berusaha untuk fokus. Dasar Lu...kuch-kuch ho thai, eit apa
hubungannya ya!
Entah
mengapa setelah tiga perempat halaman buku ini kubaca, membucah rindu yang
sangat luar biasa terhadap anak dan suamiku. Awalnya aku sangat merindu dengan
Nawra anak pertamaku. Tak berapa lama sosok suamiku pun hadir tersenyum kangen
padaku. Biasanya aku tidak begitu merindu apalagi dengan suamiku. Sering juga
aku pergi meninggalkannya untuk beberapa hari ke luar kota. Oh, ada apa dengan
diriku. Ini bukan hal biasa. Aku segera menelpon, terdengar suara di seberang. Aku
hanya bertanya apakah aku dijemput di bandara, apakah Nawra ikut menjemput. Kaku
lidahku untuk berkata kalau aku merindukanmu wahai suamiku. Begitu dahsyatnya
tulisan di buku biru ini, aku seolah mendapatkan sesuatu yang mewah untuk harga
sebuah perkawinanku.
Di
ruang kedatangan, aku langsung memeluk mesra suamiku. Mungkin dia heran tapi
kubisikkan saja, “ Bi...Umi rindu...!” kontan suamiku langsung tertawa heran.
“Napa
Mi, ketemu siapa di Yogja?” Aku cuma tersenyum geli. Biarlah ini jadi rahasiaku
sesaat. Kami pulang tergopong-gopoh dengan Smash meluncur ke peraduan melepas
penat hidup.
Sehari
dua hari aku semakin menunjukan rasa cinta dan perhatianku kepada suami dan
anakku. Memang tipe suamiku sedikit manja karena anak bungsu dan dari keluarga
mapan. Awalnya dia heran melihat perubahan sikapku. Aku tahu itu tapi aku cuek
saja. Dengan Nawra aku juga semakin care,
mendadak aku seolah menjelma sebagi seorang Ratu penyayang di dogeng buku Nawra.
Aku menjelma menjadi seorang wanita yang pandai membagi waktu, pekerjaan rumah
yang menumpuk segera bisa kuselesaikan. Rumah rapi, masakanku semakin dapat
pujian , makin lezat kata belahan jiwaku.
Amboy,
semakin sering mendarat ciuman terima kasih dari anak dan suamiku. Itu memang
suatu kebiasaan kami sekeluarga, mengucapkan terima kasih dibarengi dengan ciuman sayang. Semangat menulisku pun semakin
membaik, ide fresh juga berhamburan
datang. Dalam sekejap aku menang event
lomba dan naskahku lolos untuk dibukukan.Dengan perubahan itu suamiku pun
semakin mendukung kegiatanku menulis. Aku semakin disayang keluargaku. Aku
seakan ingin memeluk sosok Asma Nadia berucap terima kasih. Ku pelajari dia. Si
tokoh perubahan yang menginspirasi banyak perempuan untuk menulis. Menulis untuk
perubahan, menulis untuk menggulirkan kebaikan kepada anak cucu kita. Menulis
untuk membuat kita abadi. Menulis untuk mengisi ruang hidup dengan warna dan
cara yang berbeda.
Asma
Nadia sekarang adalah brand, laku
dijual dan dipatenkan. Mahal untuk dihitung dengan harga bisnis. Sungguh Asma
Nadia adalah merk dagang yang laku
dipasar. Ini karena kualitas karyanya yang mumpuni dan berjiwa, sehingga mampu
menyentuh hati orang lain yang mencari pengobatan. Namun pencapaian ini
bukanlah hal yang mudah dan bersukacita. Aku yakin Asma Nadia juga pernah
terseok memperjuangkan semua ini. Semua ini bukanlah mudah, butuh berlapis
waktu untuk mengerjakannya.Wajar kalau sekarang ia menikmati apa yang telah ia bangun dan impikan.
Ah,
buku biru itu kini semakin menambah koleksi tulisannya dalam rak bukuku. Lebih
bersinar dari buku yang lain. Memancarkan kekuatannya untukku. Apalagi tulisan
dipembatas buku biru itu begitu memberikan energi untukku. Aku suka membacanya
berulang-ulang. Tulisan itu kerap mengiang di telingan dan lobang
penglihatanku.
Cinta
menurutku tak berwarna. Ia menjadi jingga sebagaimana engkau memaknainya. Ia
pun menjadi kuning, biru dan merah sebagaimana kau menginginkannya . Cinta
bagiku tak ubahnya kumpulan narasi tentang kejujuran dan keberanian. Tentang
kemarahan dan kasih sayang. Cinta adalah lukisan yang unik dan tak terkatakan
sebab ia menenggelamkan kita pada angan-angan dan mimpi yang abadi. Dan cintaku
padamu adalah surga yang tak bisa kumasuki jika tanpamu.
Aku baru bisa memberitahumu kalau semua
ini kulakukan karena usai membaca buku Muhasabah Cinta Seorang Istri dalam perjalanan Yogyakarta menuju Bengkulu.
Sungguh tulisan itu semakin memutar derajat perubahanku jauh melesat setelah
begitu lama sosok itu menginspirasiku. (ILoveMyHusband)
Koleksi Foto Pribadi Pada Saat Acara On Air Sharing dalam acara ' Book List ' dengan tema 'Apa itu buku Antologi dan mengupas buku Antologi Asma Nadia Inspirasiku' di radio SWARA Universitas Bengkulu
Buku Antologi saya bersama teman-teman. Kisah tentang perjalanan saya sepulang menghadiri acara kepenulisan
di Kaliurang, Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Forum Lingkar Pena
(FLP) Pusat. Menceritakan perjalanan pulang dari Yogjakarta menuju
Bengkulu, yang diwarnai dengan cerita lucu namun sarat makna.
Tulisan ini adalah termasuk 10 naskah terbaik tentang Asma Nadia Inspirasiku. Dibukukan bersama 20 naskah lainnya.
Terinspirasi setelah membaca buku karangan Asma Nadia yang berjudul
|
2 comment
Keren ulasannya apik, semoga selalu samarada ya.
BalasHapusAamiin, ma kasih ya Yayuk. Semoga rumah tangganya juga aman jaya dan barokah ya. Salam dengan anak2. semoga selalu sehat. aamiin
HapusTerima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin